9Apa yang dapat diteladani dari Nabi Zulkifli a s Jelaskan 10 Orang beriman selalu mendapat ujian Allah Apakah kamu pernah mengalami Jelaskan By on November 15, 2021 Jawaban:
Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita pernah mengalami stres, yang mendorong kita untuk melakukan coping stres supaya kita tidak terjebak dan terpuruk karenanya. Kajian coping stres mendapat perhatian yang besar dalam psikologi. Kajian ini menfokuskan diri pada upaya mengkaji stres dan coping stres dalam perspektif al Qurโan, sebagai rujukan utama umat Islam. Tulisan ini bermaksud untuk mengetahui pandangan Al Qurโan tentang stres, emosi negatif yang menyertai stres, sumber stres, dan mengetahui bagaimana coping stres menurut al Qurโan, sebagai upaya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif. Sumber data adalah al Qurโan beserta tafsirnya serta hasil telaah para ahli terkait dengan stres dan coping stres. Hasil penelitian menjukkan bahwa 1 Al Qurโan memandang stres sebagai cobaan dan ujian dari Allah SWT ;2 Gejala stres seperti munculnya emosi negatif takut, sedih dan marah dilukiskan Allah dalam surat Al โAmbiya yat 140, Abasa ayat 33-37, surat Yusuf ayat 84-86, At โTaubah ayat 92, Al-Aโraf ayat 150 dan Thoha ayat 92-94. 3 Ada banyak sumber stres yaitu pertama musibah. Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam surat At-taghabun ayat 11, Asy Syura ayat 30 dan Ar-Rum ayat 41. Kedua, Penyakit hati dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 10, Al-Aโraf ayat 179. Ketiga Berprasangka buruk kepada Allah, dijelaskan dalam surat Al Fajr ayat 15-17 dan surat Al Fath ayat 12. Kempat berprasangka buruk kepada orang lain dijelaskan oleh Allah dalam surat Al Hujurat ayat 12. 4Allah SWT dalam al Qurโan juga memberikan tuntunan bagaimana mengatasi stres coping stres, yaitu dengan ikhlas, sabar, zikir, tobat, shalat, dan berpikir positif dan optimis. Pertama, ikhlas dijelaskan dalam Al Qurโan dalam surat At Taubah ayat 91. Kedua, Sabar dijelaskan dalam Al qurโan asurat Al Baqarah ayat 153 dan Al Baqarah ayat 155-157. Ketiga, zikir dijelaskan dalam Al Qurโan dalam surat Al Baqarah ayat 152, Surat Thoha ayat 130, dan Surat Ar Raโd ayat 28. Kempat, Tobat, dijelaskan dalam surat Az-Zumar ayat 53, An Nisaโ ayat 48. Kelima, berpikir positif dan optimis dijelaskan dalam Al qurโan Surat Al-Insyirah ayat 5-6 dan Al Tawbah ayat 51. Keenam shalat, dijelaskan dalam Al Qurโan Surat Al baqarah ayat 153 dan Surat Ghafir ayat 60. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Spiritualita Journal of Ethics and Spirituality Volume 6, Number 1, 2022 p-ISSN 2614-1043; e-ISSN 2654-7554 Volume 6, Number 1, 2022 p-ISSN 2598-5817; e-ISSN COPING STRESS DALAM PERSPEKTIF AL QURโAN Yuli Darwati๏ช Institut Agama Islam Negeri Kediri yulidarwati73 Keywords Stress, Coping stress, and the Qur'an Abstract In everyday life of course we have experienced stress, which encourages us to do stress coping so that we don't get trapped and slumped by it. The study of stress coping has received great attention in psychology. This study focuses on efforts to examine stress and stress coping in the perspective of the Qur'an, as the main reference for Muslims. This paper intends to find out the views of the Qur'an on stress, negative emotions that accompany stress, sources of stress, and find out how to cope with stress according to the Qur'an, as an effort to get a better life. This research was conducted with qualitative research methods. The data source is the Qur'an and its interpretation as well as the results of studies by experts related to stress and stress coping. The results of the study show that 1 The Qur'an views stress as a trial and a test from Allah SWT; 2 Symptoms of stress such as the emergence of negative emotions of fear, sadness and anger are described by Allah in Surah Al-Ambiya yat 140, Abasa verses 33-37, Surah Yusuf verses 84-86, At-Taubah verse 92, Al-A'raf verse 150 and Thoha verses 92-94. 3 There are many sources of stress, namely first, disaster. This is explained by Allah SWT in Surah At-Taghabun verse 11, Asy Shura verse 30 and Ar-Rum verse 41. Second, liver disease is described in Surah Al Baqarah verse 10, Al-A'raf verse 179. Third, have bad thoughts about Allah, explained in Surah Al Fajr verse 15-17 and Surah Al Fath verse 12. The four ways to have bad prejudice towards others are explained by Allah in Surah Al Hujurat verse 12. 4 Allah SWT in the Qur'an also provides guidance on how to deal with stress coping. stress, namely with sincerity, patience, remembrance, repentance, prayer, and positive and optimistic thinking. First, sincerity is explained in the Qur'an in the letter At Taubah verse 91. Second, Patience is described in the Qur'an as letter Al Baqarah verse 153 and Al Baqarah verse 155-157. Third, remembrance is explained in the Qur'an in Surah Al Baqarah verse 152, Surah Thoha verse 130, and Surah Ar Ra'd verse 28. Fourth, repentance, is explained in Surah Az-Zumar verse 53, An Nisa' verse 48. Fifth , positive and optimistic thinking is described in the Qur'an Surah Al-Insyirah verses 5-6 and Al Tawbah verse 51. The six prayers are described in the Qur'an Surah Al Baqarah verse 153 and Surah Ghafir verse 60. Kata Kunci Stres, Coping stres, dan Al Qurโan Abstrak Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita pernah mengalami stres, yang mendorong kita untuk melakukan coping stres supaya kita tidak terjebak dan terpuruk karenanya. Kajian coping stres mendapat perhatian yang besar dalam psikologi. Kajian ini menfokuskan diri pada upaya mengkaji stres dan coping stres dalam perspektif al Qurโan, sebagai rujukan utama umat Islam. Tulisan ini bermaksud untuk mengetahui pandangan Al Qurโan tentang stres, emosi negatif yang menyertai stres, sumber stres, dan mengetahui bagaimana coping stres menurut al Qurโan, sebagai upaya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif. Sumber data adalah al Qurโan beserta tafsirnya serta hasil telaah para ahli terkait dengan stres dan co ping stres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 Alquran memandang stress sebagai cobaan dan ujian dari Allah SWT ;2 Gejala stress seperti munculnya emosi negated takut, marah dilukiskan Allah dalam surat Al-Ambiya ayat 140, Abasa ayat 33-37, suart Yusuf ayat 84-86, At-Taubah ayat 92, Al-Aโraf ayat 150 dan Thoha ayat 92-94. 3 Ada banyak sumber stres yaitu pertama musibah, ini dijelaskan Allah SWT dalam surat At-taghabun ayat 11, Asy Syura ayat 30 dan Ar-Rum ayat 41. Kedua, penyakit hati, ini dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 10, Al-Aโraf ayat 179. Ketiga, berprasangka buruk kepada Allah, dijelaskan dalam surat Al-Fajr ayat 15-17 dan surat Al-Fath ayat 12. Keempat, berrasangka buruk kepada orang lain, dijelasakan oleh Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 12. 4 Allah SWT dalam Al-Qurโan juga memberikan tntunan bagaimana mengatasi stres coping stress, yaitu dengan ikhlas, sabar, zikir, taubat, shalat, dan berpikir positif dan optmis. Pertama, iklas dijelaskan dalam Al-Qurโan pada surat At Taubah ayat 91. Kedua, sabar dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 155-157. Ketiga, zikir dijelaskan dalam Al-Qurโan surat Al-Baqarah ayat 152, ๏ช Penulis adalah Dosen IAIN Kediri Spiritualita Journal of Ethics And Spirituality Surat Thoha ayat 130, dan Surat Ar Raโd ayat 28. Keempat, tobat dijelaskan dalam surat Az Zumar ayat 53, An Nisaโ ayat 48. Kelima, berpikir positif dan optimis dijelaskan Al-Qurโan surat Al-Insyirah ayat 5-6 dan At Taubah ayat 51. Keenam sholat, dijelaskan dalam Al-Qurโan suart Al-Baqarah ayat 153 dan surat Ghafir ayat 60. Accepted 2022-05-17 Published 2022-06-15 Darwati, Yuli. Coping Stress Dalam Perspektif Al Qurโan. Spiritualita Jurnal Tasawuf dan Psikoterapi Islam, 2022, 6, 1 PENDAHULUAN Di dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu tentu pernah mengalami situasi yang tidak menyenangkan. Situasi itu dapat berupa kegagalan atau ketidaksesuaian antara kenyataan dengan apa yang kita harapkan. Situasi ini dapat pula berupa kejadian yang luar biasa sehingga individu merasa berat dan bahkan tidak mampu mengatasinya. Situasi โsituasi tersebut akan menimbulkan perasaan tidak nyaman, sedih, cemas, takut, dan bingung. Dalam psikologi, timbulnya perasaan tidak nyaman, sedih, cemas, takut, dan bingung merupakan gejala gangguan psikologis . Gangguan ini disebut dengan kondisi stres. Kondisi stres harus dikelola dengan baik, agar tidak berdampak buruk bagi individu yang mengalaminya. Kondisi stress yang berat, akan memperlihatkan gejala โgejala seperti mudah lelah, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, kehilangan gairah seksual, mudah lupa, bingung, gugup, mengalami masalah pencernaan dan hipertensi. Lebih dari itu, penelitian menunjukkan bahwa stress berkontribusi pada timbulkan berbagai macam penyakit, seperti penyakit kardiovaskuler, hipertensi, kanker, penyakit kulit, penyakt metabolik dan hormon dan lain-lain. Kontribusi stress tehadap penyakit โpenyakit tersebut dapat mencapai angka 50 sampai 70 persen. Pengelolaan stres yang baik merupakan sebuah keniscayaan, sebagai sarana untuk mencapai kualitas hidup lebih baik. Urgensi pengelolaan stress dalam kehidupan telah menumbuhsuburkan kajian dan penelitian tentang stres di kalangan ilmuwan psikologi, utamanya penelitian terkait dengan coping stress. Hans Selye pada tahun 1976 melakukan penelitian tentang stres dan mendefinisikan stres sebagai respon non spesifik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan. Selye menyebut konsepnya sebagai stres sistemik. Selye juga mencontohkan Musradinur,.Stres dan Cara Mengatasinya Dalam Perspektif Edukasi, Volume . No 2 . Juli 2016 Coping Stress Dalam Perspektif Al Qurโan kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan stres adalah racun kimia dan suhu yang ekstrem. Lebih lanjut Hans Selye mengidentifikasi tiga tahap respon sistemik tubuh terhadap kondisi โkondisi yang menimbulkan stress dan menyebutnya sebagai General Adaptation Syndrome GAS. Tahap pertama , adalah alarm reaction dari sistem syaraf otonom, termasuk di dalamnya peningkatan hormon adrenalin, detak jantung meningkat , tekanan darah meningkat, dan otot menegang. Tahap pertama ini bisa diartikan sebagai pertahanan tubuh. Tahap kedua merupakan tahap resistance, termasuk berbagai respon kedua individu berusaha untuk bertahan dalam situasi stres yang berkepanjangan dan menjaga sumber-sumber kekuatan membentuk kekuatan baru dan memperbaiki kerusakan. Tahap ini juga merupakan tahap adaptasi, tubuh tetap mengeluarkan hormon stres tetapi tidak setinggi pada reaksi waspada. Adapun tahap ketiga , exhaustion atau kelelahan. Tahap ini terjadi apabila stressor datang secara intens dalam jangka waktu yang lama, dan usaha perlawanan mengalami pada tahap ini adalah detak jantung dan nafas menurun , munculnya penyakit adaptasi atau penyakit yang rentangnya panjang seperti alergi , jantung, bahkan itu J. Van Amberg, bahwa stres terjadi secara bertahap. Stress tahap I merupakan stress dalam tahap yang paling ringan. Pada tahap ini, individu yang mengalami stres merasakan hal-hal sebagai berikut a. Semangat kerja keras; b. Penglihatan โtajamโ tidak sebagaimana mestinya;c. Kemampuan menyelesaikan masalah lebih dari biasanya, namun energi habis disertai gugup yang berlebihan. Stress tahap II ditandai dengan menghilangnya dampak stress yang menyenangkan dan timbul keluhan-keluhan, karena energi tidak cukup sepanjang hari. Keluhan itu antara lain meliputi merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa lelah sesudah makan siang, merasa lelah menjelang sore hari, sering mengeluh lambung dan perut tidak nyaman,detak jantung lebih keras dari biasanya berdebar-debar,otot-otot punggung dan tengkuk tegang, dan tidak bisa santai. Selanjutnya adalah stress tahap III. Pada tahap ini keluhan-keluhan yang dialami individu pada tahap II akan semakin nyata, terutama ketika individu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan yang dialaminya. Keluhan-keluhan yang muncul pada tahap ini meliputi gangguan lambung dan usus akan semakin nyata, ketegangan otot-otot semakin terasa, perasaan dan ketegangan emosional semakin meningkat, gangguan pola tidur, dan koordinasi tubuh terganggu. Keluhan-keluhan tersebut akan semakin bertambah berat pada stress tahap IV. Pada tahap IV, individu akan mengalami kesulitan untuk bertahan sepanjang hari, pekerjaan yang tadinya mudah dikerjakan menjadi terasa sulit dan membosankan, tidak mampu melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari, mengalami gangguan tidur dan mimpi-mimpi yang menegangkan, sering menolak ajakan karena kurang semngat dan gairah, dan daya kosentrasi serta daya ingat menurun. Apabila kondisi berlanjut, individu akan jatuh pada stress tahap V dengan ciri-ciri sebagai berikut kelelahan fisik dan psikis yang semakin mendalam, ketidakmampuan melakukan pekerjaan sehari-hari yang sederhana, gangguan pencernaan semakin berat, ketakutan dan kecemasan semakin meningkat. Selanjutnya Wiwin Hendrian. Resiliensi Psikologis. Jakarta Prenada Media Group, 2018.hlm. 31 Jeffrey dkk. Psikologi Abnormal.Jakarta;Erlangga,2002. Spiritualita Journal of Ethics And Spirituality stress tahap VI memiliki ciri-ciri sebagai berikut detak jantung semakin keras, susah bernafas, sekujur tubuh gemetar, dingin dan keringat bercucuran dan terakhir Lazarus dan Folkman, stress memiliki dua komponen, yaitu komponen appraisal dan coping. Appraisal berkaitan dengan evaluasi individu terhadap hal-hal yang signifikan mempengaruhi kesejahteraan atau well-beingnya. Adapun coping berkaitan dengan usaha-usaha individu baik dalam bentuk pikiran, maupun perilaku yang ditujukan untuk mengelola tuntutan atau berbagai perubahan yang dihadapi. Interaksi keduanya akan menentukan berkembang tidaknya stres yang dialami oleh individu dan Folkman juga mengemukakan dua macam tipe strategi coping ketika individu mengalami stres. Pertama adalah problem focused coping dan yang kedua adalah emotion focused coping. Strategi problem focused coping merupakan upaya untuk melakukan aktifitas untuk menghilangkan keadaan yang menimbulkan stress. Adapun strategi emotion focued coping merupakan upaya yang dilakukan individu untuk mengontrol konskuensi emosional dari peristiwa yang menimbulkan stress. Penggunaan strategi coping yang tepat dan efektif terhadap situasi yang menekan akan menghasilkan adaptasi yang lebih positif. Namun demikian dalam sejumlah artikel seputar coping mencatat tidak ada satu strategi coping yang berfungsi efektif sepanjang waktu di setiap situasi Mac Arthur, mengklasifikasikan strategi coping menjadi dua , meliputi active coping strategies dan avoidant coping strategies. Active coping strategies adalah upaya yang dirancang dan dilakukan individu untuk mengubah hakekat stressor atau mengubah cara berpikirnya tentang penyebab stress. Adapun avoidant coping stress strategies adalah upaya menghindari berhubungan langsung dengan peristiwa penyebab stres dengan melakukan aktifitas seperti penggunaan alkohol atau cara-cara penghindaran lainya agar secara psikologis menjauhkan diri dari sumber stress. Kajian ini memfokuskan diri pada upaya untuk melihat coping stress dalam perspektif yang lain, yaitu al Qurโan. Kajian ini dilandasi oleh asumsi dasar bahwa al Qurโan memiliki kontribusi yang besar dalam mengarahkan dan membentuk perilaku umatnya, agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Jalaluddin Rahmat dalam bukunya yang berjudul tafsir kebahagiaan menunjukkan bahwa semua perintah Tuhan di dalam Al Qurโan dimaksudkan agar kita hidup bahagia. Berikut adalah kutipan beberapa ayat yang memuat perintah Tuhan tersebut yang muara akhirnya adalah bahagia a. Bertakwalah kamu kepada Allah agar kalian berbahagia QS 2189 b. Wahai orang beriman! Janganlah kalian memakan riba yang berlipat-lipat. Bertakwalah kepada Allah agar kalian bahagia QS 3 130 c. Wahai orang-orang beriman ! Bersabarlah dan saling menyabarkan , serta perkuat persatuanmu agar kalian bahagia QS 3 200 Muhimmatul Hasanah. Stress dan solusinya dalam perspektif psikologi dan Islam. Jurnal Ummul Qurra, Vol XIII, No 1, Maret Lazarus dan Folkman. Stress, Appraisal, and Coping . New York; Springer Publisher Company, 1984.hlm181 Wiwin Hendriani, Psikologi psikologi Resiliensi. hlm36 Jalaluddin Rakhmat, Tafsir Kebahagiaan, Jakarta Serambi,2010. Coping Stress Dalam Perspektif Al Qurโan d. Wahai orang-orang yang beriman ! Bertakwalah kepada allah. Carilah jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya . Berjuanglah di jalan allah agar kalian berbahagia QS 5 35. Dengan demikian, kajian tentang coping stress dalam perspektif al Qurโan menarik untuk dilakukan, sebagai upaya menemukan jalan menuju kebahagiaan. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimanakah al Qurโan memandang stres, Emosi negatif apa sajakah yang menyertai stres menurut al Qurโan, faktor-faktor apa sajakah yang menimbulkan stres menurut al Qurโan?dan bagaimanakah coping stres menurut al Qurโan? Kajian ini akan dimulai dengan stres dalam perspektif al Qurโan , kemudian emosi negatif yang menyertai stres menurut al Qurโan, Sumber stres menurut al Qurโan, selanjutnya akan dibahas tentang coping stress menurut al Qurโan. Banyak penelitian dilakukan oleh para ahli terkait coping stres dalam al Quran atau Islam. Penelitian itu antar lain penelitian Susatyo Yuwono dengan judul Mengelola Stres dalam Perspektif Psikologi dan Islam. Penelitian ini bertujuan menjelaskan bagaimana kajian stres dalam Islam, khususnya tentang bagaimana mengelola stres. Metode yang dipakai adalah dengan menelaah hasil kajian beberapa ahli ayat al Qurโan terkait dengan stres dan pengelolaannya. Al Qurโan memandang stres sebagai cobaan dari Allah SWT yang mampu menimbulkan penyakit hati. Islam mengajarkan beberapa strategi untuk mengelola stres yaitu dengan niat ikhlas, sabar dan shalat, bersyukur, dan berserah diri kepada Allah SWT. Strategi ini juga dilakukan oleh para ahli psikologi relaksasi, berpikir positif, dan mengatur waktu. Penelitian lainnya adalah penelitian Rahmad Purnama dengan judul Penyelesaian Stres dengan coping spiritual. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tentang coping spiritual dalam Islam. Hasil penelitian menjukkan bahwa coping spiritual menurut Islam merupakan metode penyelesaian stres karena di dalamnya terdapat unsur positive thinking, positive acting, dan positive hoping. Penelitian ini memiliki fokus yang berbeda dengan kedua penelitian sebelumnya. Penelitian ini tidak hanya menfokuskan diri pada upaya memperoleh pemahaman tentang pandangan al Qurโan tentang stres berikut strategi copingnya, juga mengungkap tentang emosi yang menyertai stres dan sumber stres yang memunculkan stres menurut al Qurโan. Penelitian ini dari sisi metodologis menggunakan kerangka metodologi penelitian kualitatif berupa studi literatur. Namun demikian penelitian ini tidak hanya dilakukan dengan menelaah kajian para ahli terhadap al Qurโan, akan tetapi juga menggali muatan ayat-ayat al Qurโan tentang stres dan coping stres, dan menelaah tafsir tentang ayat-ayat tersebut. ANALISIS STRES DALAM PANDANGAN AL QURโAN Sebagaimana dijelaskan dalam bagian pendahuluan bahwa setiap manusia tentu pernah mengalami stres di dalam kehidupannya. Dalam konteks ini, al Qurโan memperkenalkan stres sebagai cobaan atau ujian dari Allah SWT. Allah akan menguji kaum muslimin dengan berbagai ketakutan, kelaparan, kekurangan harta , jiwa dan buah- Susatyo Yuwono, Mengelola Stres dalam Perspektif Psikologi dan Islam, Jurnal Psycho Idea,Tahun 8, Vol 2, Juli 2010. Rahmad Purnama, Penyelesaian Stres dengan Coping Spiritual, Jurnal Al adyan, Vol XII No 1 , januari-Juni 2017. Spiritualita Journal of Ethics And Spirituality buahan bahan makanan QS al Baqarah 155. Dengan ujian ini, kaum muslimin menjadi umat yang kuat mentalnya, kukuh keyakinannya, tabah jiwanya, dan tahan menghadapi ujian dan cobaan. Mereka akan mendapat predikat sabar, dan merekalah orang yang mendapat kabar gembira dari Allah. QS al Baqarah 155. Allah juga memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar memberitahukan ciri-ciri orang yang mendapat gembira yaitu orang yang sabar, apabila ditimpa suatu musibah mereka mengucapkan Innalillahi wa inna ilaihi rojiโun Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami kembali QS al Baqarah 156. Konsep ujian dan cobaan ditegaskan pula oleh Allah SWT dalam surat al Baqarah ayat 214 Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga , padahal belum datang kepadamu cobaan, sehingga rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata kapankah datang pertolongan dari Allah?โ Ingatlah sesungguhnya pertolongan itu dekat. Dan pernyataan allah SWT tersebut diulangi lagi dalam surat Ankabut ayat 2 Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkann hanya dengan mengatakan, โkami telah beriman?โ dan mereka tidak diuji?. Hal ini menunjukkan bahwa makin berat dan makin tinggi cita-cita yang dicapai, makin besar pula rintangan dan cobaan yang akan dialami. Untuk mencapai keridloaan Allah dan memperoleh surga, bukan hal yang mudah dan gampang tetapi harus melalui perjuangan yang gigih yang penuh rintangan dan cobaan. Sebagaimana halnya orang-orang terdahulu. Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, nabinya terbunuh, pengikutnya disiksa sampai di antara mereka digergaji kepalanya dalam keadaan hidup atau dibakar hidup-hidup. Oleh karena cobaan dan penderitaan yang dialaminya dirasakan lama, sekalipun mereka yakin bagaimanapun juga pertolongan Allah akan datang, maka rasul mereka dan pengikut-pengikutnya merasa gelisah lalu berkata โbilakah datang pertolongan Allah?โ Pertanyaan itu dijawab oleh Allah โIngatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu begitu dekat.โ Pada saatnya nanti mereka akan menang dan mengalahkan musuh, penganiaya dan orang-orang yang dzalim. Dari uraian di atas dapatlah ditarik sebuah kesimpulan bahwa dalam proses perjuangan untuk memperoleh keridloan dan surga , manusia akan diuji oleh Allah SWT dari yang ringan hingga berat, dan manusia diperintahkan untuk sabar. Allah berjanji akan memberikan pertolongan, berkah dan rahmat kepada mereka. EMOSI NEGATIF YANG MENYERTAI STRES DALAM AL QURโAN Ketika orang mengalami stres, ia akan mengalami emosi negatif seperti takut, sedih, dan marah dari tahap yang ringan sampai berat. Emosi takut Al qurโan menggambarkan gangguan emosi takut datang ketika guncangan hebat terjadi, sehingga individu kehilangan kemampuan berpikir dan pengendalian diri, dalam surat Al โHajj ayat 1 dan 2 Wahai manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian. Sesungguhnya keguncangan kiamat itu adalah sesuatu yang amat besar pada hari ketikakalian melihatnya, lalailah semua wanita yang menyusui dan anak-anak yang disusuinya, dan setiap wanita hamil akan mengalami keguguran dan kalian akan melihat orang-orang dalam keadaan mabuk, padahal mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah-lah yang sangat dahsyat. Departemen Agama RI, Al Qurโan dan Tafsirnya. Jilid I. Jakarta Lentera Abadi,2010 Coping Stress Dalam Perspektif Al Qurโan Apabila keadaan takut sangat hebat dan tiba-tiba, manusia akan pingsan selama jangka waktu tertentu dan ia tidak dapat bergerak atau berpikir. Al Qurโan telah mengisyratkan kondisi pingsan yang disebabkan oleh takut hebat dan tiba-tiba dalam penggambaran tentang hari kiamat. Allah Berfirman dalam surat Al Ambiya ayat 40 Sebenarnya ia akan datang kepada mereka secara tiba-tiba, lalu membuat mereka panik, maka mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak pula mereka akan diberi tangguh. Jika bahaya yang hebat meliputi manusia dan perasaan takut menguasainya , maka segenap perhatiannya berkonsentrasi pada bahaya tersebut dalam upaya menyelamatkan diri dari bahaya itu. Perhatian manusia itu tidak berpaling dari itu. Allah berfirman dalam surat Abasa ayat 33 -37 Maka apabila datang suara keras yang meekankkan telinga. Pada hari itu seseorang akan menjauh dari saudaranya, dan ibu bapaknya, dan isteri serta anak-anaknya. Setiap orang di anatara mereka pada hari itu disibukkan oleh urusan mereka sendiri. Emosi berikutnya yang biasanya menandai stres adalah munculnya rasa sedih. Sedih terjadi manakala manusia kehilngan orang yang disayangi, sesuatu yang berharga, tertimpa bencana, atau gagal dalam mewujudkan urusan yang penting. Bapak dan ibu merasa sedih bila anak-anaknya jauh dari mereka, atau anak-anaknya terkena gangguan atau tertimpa sesuatu yang tidak menyenangkan. Allah melukiskan kesedihan Yaโqub karena kehilangan anaknya Yusuf Al qurโan surat Yusuf ayat 84-86 Yaโqub berpaling dari mereka , seraya berkata โDuhai duka citaku terhadap Yusuf!โ Dan kedua matanya pun menjadi putih karena kesedihan, dan dia adalah orang yang memakan perasaan duka citanya. Mereka bekata., โ Demi allah, engkau senantiasa ingat kepada Yusuf sehingga engkau menjadi sangat lemah atau termasuk orang yang binasa.โ Dia menjawab,โ Sesungguhnya aku mengadukan duka cita dan kesedihanku kepada Allah, dan aku mengetahui dari allah apa yang tidak kalian ketahui. Al Qurโan juga melukiskan kesedihan yang menimpa orang-orang mukmin miskin yang menemui Rasulullah SAW. Memohon supaya mereka berangkat jihad bersama beliau. Namun, Rasulullah SAW. Mengatakan kepada mereka bahwa ia tidak mendapatkan lagi kendaraan yang dpat mengangkut mereka. Kemudian mereka berpaling dari beliau sambil menangis karena sedih. Kisah sedih ini dilukiskan Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 92 Dan tidak ada pula doa atas orang-orang yang ketika mereka datang kepadamu agar engkau membawa mereka, engkau katakakan, โAku tidak mendapatkan apa yang dapat membawa kalian,โ mereka pun kembali, sedang pada mata mereka meneteskan air mata karena sedih tidak memperoleh apa yang dapat mereka nafkahkan. Selain takut dan sedih, emosi lain yang muncul akibat stres adalah marah. Marah merupakan emosi yang penting pada manusia. Emosi memiliki pengaruh pada tingkah laku manusia. Sebgaimana digambarkan Allah SWT dalam Al Qur;an dalam kisan Musa ketika ia kembali kepada kaumnya. Musa mendapati mereka menyembah patung anak lembu terbuat dari emas yang dibuat As-Samiri untuk Musa Muhammad Utsman Nadjati. Psikologi dalam Al qurโan. Terj. M Zaka al Faritsi Bandung Pustaka Setia , 2005 h. 102 Muhammad Utsman Nadjati, psikologi dalam Al Qurโan . Muhammad Utsman Nadjati. Psikologi dalam Al qurโan. Terj M Zaka Al Faritsi. Spiritualita Journal of Ethics And Spirituality melemparkan laiuh seraya menjambak dan menarik saudaranya dengan marah. Allah melukiskan peristiwa ini dalam surat Al Aโraf ayat 150 Dan ketika Musa kembali kepada kumnya dengan marah dan bersedih hati, berkatalah dia, โ Alangkah buruk perbuatan yang dilakukan oleh kaliann sesudahku! Apakah kalian hendak menyegerakan urusan Rabb kalian?โ Dan Musa pun melemparkan lauh-lauh Taurat itu serta memegang kepala saudaranya sambil menarik ke arahnya. Dia berkata, โWahai anak ibuku, sesungguhnya orang-orang ini telah menganggap aku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku. Oleh karena itu , janganlah engkau membuat musuh-musuh merasa puas melihatku, dan janganlah engkau menetapkan aku bersama kaum yang zalim.โ Ketika marah terjadi, respon umum yang dilakukan adalah menghindari atau menghilangkan kendala-kendala yang menghalangi motif-matif atau tujuan-tujuan. Namun demikian, seringkali orang menyalurkan rasa marah pada orang lain, meskipuns sesungguhnya orang itu bukan merupakan pemicu marah yang dialaminya. Dalam psikologi disebit dengan pengalihan. Contohnya adalah kisah Musa yang marah kepada kaumnya yang menyembah anak lembu, yang mana kemarahan itu dipindahkan kepada Harun saudaranya. Hal ini dilukiskan oleh Allah SWT dan Al Qurโan surat Thoha ayat 92-94 Musa berkata , โ Hai Harun, apa yang menghalangimu ketika kamu melihat mereka telah sesat, hingga kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah membangkang perintahku?. Dia berkata,โHai putri ibuku, janganlah kamu memegang janggutku dan jangan pula kepalaku. Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan mengatakan, โkamu telah memecah belah di antara kami Bani Ismail dan kamu tidak memperhatikan ucapanku. Beratnya stres akibat cobaan dan ujian dari Allah SWT juga digambarkan dalam al Qurโan sebagai sesak dadanya serupa orang yang naik ke langit. Begitulah Allah menimpakan beban kepada orang-orang yang beriman QS Al Anโam 125. Kondisi ini merupakan kehendak Allah SWT untuk orang-orang yang hidup dalam kesesatan. Apabila diajak berpikir tentang kebenaran dan tafakur tentang tanda-tanda keesaan Allah, maka disebabkan oleh kesombongan dalam hatinya, ia menolak karena perbuatan itu tidak sesuai dengan hawa nafsunya. Hasrat untuk mengikuti kebenaran melemah , dan setiap anjuran agama dirasakannya sebagai suatu beban yang berat yang tidak dapat dipikulnya. Gambaran orang serupa itu adalah seperti orang yang sedang naik ke langit. Semakin tinggi ia naik, semakin sesak nafasnya karena kehabisan oksigen, sehingga ia terpaksa turun kembali untuk menghindarkan diri dari kebinasaan. Dalam ayat ini Allah memberikan perumpamaan, agar diresapi dengan perasaan yang jernih. Demikianlah Allah menjadikan kesempitan dalam hati orang-orang yang tidak beriman , karena kekafiran itu seperti kotoran yang menutup hati mereka, sehingga ia tidak menerima kebenaran. Keadaan ini dapat disaksikan pada tingkah laku mereka dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan kejahatan. Gambaran beratnya stres ketika cobaan menghampiri, sementara ia berpaling dari Allah SWT, juga diungkapkan dalam surat Thoha ayar 124 Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit , dan kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dalam ayat ini Allah Departemen Agama RI, Al Qurโan dan tafsirnya. Jilid 3. Jakarta Lentera Abadi,2010 h. 229 Coping Stress Dalam Perspektif Al Qurโan menerangkan bahwa orang-orang yang berpaling dari ajaran al qurโan , tidak mengindahkannnya dan menentang petunjuk-petunjuk yang terdapat di dalamnya maka sebagai hukumannya dia akan selalu hidup dalam kesempitan dan kesulitan. Dia akan selalu bimbang dan gelisah meskipun dia memiliki kekayaan, pangkat, dan kedudukan karena selalu diganggu oleh pikiran dan khayalan yang bukan-bukan mengenai kekayaan dan kedudukannya itu. Dia akan dibayangi oleh momok kehilangan kesenangan yang telah dicapainya, sehingga ia melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan kebencian dan kerugian dalam masyarakatnya. Kemudian di akhirat nanti ia dikumpulkan dalam keadaan buta mata hatinya. Sebagaimana dia di dunia selalu menolak petunjuk-petunjuk dari allah yang terang benderang dan memicingkan matanya agar petunjuk itu tidak terlihat olehnya, sehingga ia berlarut-larut dalam kesesatan. Demikian pula di akhirat ia tidak akan melihat suatu alasan apa pun untuk membela dirinya dari ketetapan Allah. Dari kedua surat tersebut, dapat diperoleh kesimpulan bahwa stres jika tidak dikelola dengan baik sesuai dengan petunjuk-Nya, maka kondisi stres akan semakin berat dan parah. Allah memberikan perumpamaan seperti orang naik ke langit dan dadanya sesak karena kehabisan oksigen dan mengalami kehidupan yang sempit dan sulit. SUMBER STRES MENURUT AL QURโAN Selanjutnya menurut Al Qurโan, Allah juga menjelaskan hal-hal yang dapat menjadi sumber stres, antara lain musibah, penyakit hati, prasangka buruk kepada Allah, dan berprasangka buruk kepada orang lain. 1. Musibah Pada umumnya manusia melihat sesuatu yang terjadi yang tidak sesuai dengan keinginan atau harapannya disebut dengan musibah. Dalam KBBI, musibah mengandung 3 makna, yaitu peristiwa yang menyedihkan, malapetaka, dan bencana. Menurut Al Qurโan musibah merupakan ketetapan dari Allah SWT. Sebagaimana firmannya dalam surat At Taghobun ayat 11 Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa seseorang, kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa apa yang menimpa manusia , baik yang merupakan kenikmatan dunia maupun berupa siksa adalah qada dan qadar, sesuai dengan yang ditetapkan oleh Allah di muka bumi ini. Dalam berusaha keras, manusia hendaknya tidak menyesal dan merasa kecewa apabila menemui hal-hal yang idak sesuai dengan usaha dan keinginannya. Hal itu di luar kemampuannya , karena ketentuan Allahlah yang akan berlaku dan menjadi kenyataan. Sebagaimana firmanNya dalam surat At-Taubah ayat 51 katakanlah Muhammad, โtidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman untuk melapangkan dadanya, menerima dengan segala senang hati, baik sesuai dengan keinginan, maupun yang tidak, karena ia yakin bahwa kesemuanya itu dari Allah. Oleh karenanya ketika ia tertimpa musibah mengatakan innalillahi wa inna ilaihi rojiโun. Departemen Agama RI, Al qurโan dan tafsirnya. Jilid 6. Jakarta lentera Abadi,2010. Spiritualita Journal of Ethics And Spirituality Dalam Al Qurโan juga disebutkan bahwa terjadinya musibah itu sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri. Sebagaimana firmanNya dalam surat Asy-Syura ayat 30 Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak dari kesalahan-kesalahanmu.Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa apa yang menimpa manusia di dunia berupa bencana penyakit dan lain-lain adalah akibat perbuatan mereka sendiri, perbuatan maksiat yang telah dilakukannya dan dosa yang telah dikerjakannya. Ayat ini ditutup dengan satu penegasan bahwa Allah mengampuni sebagian besar kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh hamba-Nya sebagai suatu rahmat besar yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya karena tidak , niscaya manusia akan dihancurkan sesuai dengan timbunan dosa yang telah mereka perbuat. Sebagaimana firman Allah dalam surat Fatir ayat 5 Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di bumi ini,tetapi Dia menangguhkan hukumannya, sampai waktu yang sudah ditentukan. Dalam surat yang lain, Allah juga menjelaskan tentang tujuan dari ditimpakan musibah, sebagaimana firman-Nya dalam surat Ar Rum ayat 41 Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar." Dalam ayat ini Allah menerangkan terjadinya al-fasad di daratan dan lautan . al-Fasad adalah segala bentuk pelanggaran atas sistem atau hukum yang dibuat oleh allah, yang diterjemahkan dengan โperusakanโ. Perusakan itu akan bisa berupa pencemaran alam sehingga tidak layak lagi didiami , atau bahkan penghancuran alam sehingga tidak bisa lagi dimanfaatkan. Di daratan misalnya , hancurnya flora dan fauna, dan di laut seperti rusaknya biota laut. Juga termasuk al-fasad adalah perampokan, perompakan, pembunuhan, pemberontakan, dan sebagainya. Perusakan itu terjadi akibat perilaku manusia, misalnya eksploitasi alam berlebihan, peperangan, percobaan senjata, dan sebagainya. Perilaku itu tidak mungkin dilakukan oleh orang beriman dengan keimanan yang sesungguhnya karena ia tahu bahwa semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan nanti di depan Allah. Dengan pemimpaan kepada mereka musibah sebagai perusakan alam yang mereka lakukan, Allah berharap manusia sadar. Mereka tidak lagi merusak alam, tetapi memeliharanya. Mereka tidak lagi melanggar ekosistem yang dibuat oleh Allah, tetapi mematuhinya. Mereka juga tidak lagi mengingkari dan menyekutukan Allah, tetapi mengimani โ Penyakit hati. Stres adalah penyakit hati. Al Qurโan menyebutkan di dalam surat Al Baqarah ayat 10 Dalam hati mereka terdapat penyakit. Lalu, Allah tambahkan penyakit ayat ini Allah menerangkan tentang keburukan dusta atau sikap berpura-pura, dan akibat-akibatnya. Dendam, iri hati dan ragu-ragu termasuk penyakit jiwa. Penyakit ini akan bertambah parah, bilamana disertai dengan perbuatan nyata. Misalnya rasa sedih pada seseorang akan bertambah dalam, apabila disertai dengan menangis, meronta-ronta dan sebagainya. Penyakit โ penyakit dengki demikian itu Departemen Agama RI, Al Qurโan dan Tafsirnya. Jilid 7 Jakarta Lentera Coping Stress Dalam Perspektif Al Qurโan terdapat pada jiwa orang-orang munafik. Oleh karena itu ia memusuhi Allah dan Rasul-Nya, menipu dengan sikap berpura-pura dan berusaha mencelakakan Rasul dan umatnya. Kemudian penyakit itu bertambah-tambah setelah melihat kemenagan-kemenangan Rasul. Setiap Rasul memperoleh kemenangan , semakin bertambah pulalah penyakit mereka. Terutama penyakit bimbang dan ragu-ragu., menimbulkan ketegangan jiwa yang sangat pada orang-orang munafik. Akal pikiran mereka bertambah lemah untuk menanggapi kebenaran agama dan memahaminya, bahkan pancaindera mereka tidak mampu menangkap objek dengan benar, seperti yang diungkapkan oleh Allah dalam surat Al Aโraf ayat 179 Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka memiliki mata , tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah.Mereka seperti hewan ternak , bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah. 3. Berprasangka buruk kepada Allah Dalam kehidupan sehari-hari, ada kecenderungan manusia untuk berprasangka buruk kepada Allah. Sebagaimana digambarkan oleh Allah dalam surat Al Fajr ayat 15-17 Bila Tuhan memberi kemuliaan dan anugerah, manusia akan mengatakan bahwa Tuhan sedang memuliakannya. Dan, jika Ia menyempitkan rejekinya, manusia akan berpikir bahwa Tuhan sedang merendahkannya. Sama sekali tidak seperti itu. Dalam ayat ini Allah menyatakan menguji manusia dengan kemuliaan dan berbagai nikmat-nya , seperti kekuasaan dan kekayaan. Orang yang kafir dan durhaka akan memandang hal itu sebagai tanda bahwa Allah menyayangi mereka. Sebaliknya, bila Allah menguji mereka dengan cara membatasi rezeki, mereka menyangka bahwa Allah membenci mereka. Pandangan ini tidak benar , karena Allah memberi siapa saja yang disukai-Nya atau tidak memberi siapa saja yang tidak disukai-Nya. Allah ingin menguji manusia , dan dalam keadaan berkecukupan maupun kekurangan. Bila Allah memberi, maka manusia yang diberi harus bersyukur, dan bia Ia tidak memberi, manusia harus demikian sebagian dari manusia ingkar akan ketentuan Allah untuk bersyukur dan bersabar, terutama ketika diberikan ujian akan kekayaan atau kekurangan dan kesempitan, sehingga manusia terjebak dalam prasangka buruk kepada Allah. Prasangka buruk menimbulkan ketakutan-ketakutan. Bagi mereka yang diberikan kekayaan akan takut hartanya dikeluarkan, karena takut jatuh miskin. Adapun mereka yang diuji dengan kekurangan akan merasa cemas, takut, marah , dan muncul beragam emosi negatif lainnya. Emosi negatif itu muncul karena hembusan setan. Allah menjelaskanya di dalam surat Al fath ayat 12 Setan telah menghias prasangka itu di hati kalian. Kalian telah berprasangka buruk. Maka jadilah kalian kaum yang menderita. 4. Prasangka buruk kepada orang lain az-zann Departemen Agama RI, Al Qurโan dan Tafsirnya. Jilid 1. Departemen Agama RI, Al Qurโan dan Tafsirnya. Jilid 10, Jalaluddin Rakhmat. Tafsir kebahagiaan. Spiritualita Journal of Ethics And Spirituality Az-zann berarti menduga, menyangka, dan memperkirakan. Umumnya kata ini digunakan untuk sesuatu yang dianggap tercela. Ketika sangkaan itu kuat, akan melahirkan yakin hakiki, tetapi tidak dapat dikatakan yakin hakiki karena keyakinan hakiki hanya dapat diperoleh dengan ilmu. Jadi sangkaan it bersifat antara yakin dan ragu, tetapi keyakinan itu lebih kuat. Dengan demikian kata zann menunjukkan sesuatu yang belum jelas dan pasti, tetapi masih bersifat praduga. Allah melarang hambanya untuk berprasangka buruk kepada orang lain dalam surat Al Hujurat ayat 12 Wahai orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha Penerima tobat, maha penyayang. Dalam ayat ini Allah menjelaskan agar manusia menjauhi zann prasangka karena sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Prasangka yang tidak berdasar tentu meresahkan kehidupan bermasyarakat karena satu sama lain saling mencurigai dan akan mengakibatkan perpecahan. ANALISIS COPING STRESS MENURUT AL QURโAN Sebagaimana dikemukakan bagian terdahulu, bahwa stres mendorong individu melakukan coping. Coping yang efektif akan mempengaruhi berkembang atau tidaknya strs yang dialami oleh seorang individu. Bagian ini akam membahas tentang coping stres sebagaimana dituntunkan oleh Al Qurโan. 1. Ikhlas Al qurโan mengajarkan kepada kita untuk melakukan sesuatu dengan ikhlas hanya karena Allah semata. Keikhlasan hati akan membantu kita untuk memperoleh ketenangan, meskipun apa yang kita lakukan menui kegagalan. Sesungguhnya, jika sukses itu semua karena allah dan jika gagal akan kita kembalikan kepada Allah. Demikian pula ketika kita memperoleh cobaan, sesungguhnya itu juga ketetapan dari Allah, untuk itu kita tentu akan menerimanya dengan ikhlas. Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 91 Tiada dosa lantaran tidak pergi untuk berjihad atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit, dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas, kepada allah dan Rosul-Nya, tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik dan allah maha pengampun lagi maha penyayang. 2. Sabar Al Qurโan mengajak kaum muslimin agar berhias diri dengan kesabaran. Karena, kesabaran memiliki banyak faedah dalam membina jiewa, memantabkan kepribadian meningkatkan kemampuanmanusia dalam menghadapi penderitaan, memperbaruhi kekuatan manusia dalam menghadapi masalah kehidupan., beban hidup, musibah, dan Coping Stress Dalam Perspektif Al Qurโan bencana. Allah berfirman Hai orang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolonhmu, sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar. Seorang mukmin yang sabar tidak akan berkeluh kesah dalam menghadapi segala kesulitan yang menimpanya serta tidak akan menjadi lemah atau jatuh karena musibah dan bencana yang menderanya. Allah mengajar kepada kita untuk selalu bersabar, sesungguhnya apa pun yang menimpanya merupakan cobaan dari-Nya. Allah berfirman Dan sungguh kami akan memberi cobaan kepada kalian dengan sesuatu yang berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mengucapkan sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan hanya kepada-Nya kami kembali. Mereka itu akan mendapat sholawat dari Rabb mereka dan rahmat. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan Zikir Al Qurโan menjelaskan bahwa ketekunan kaum muslimin dalam berzikir kepada Allah akan mendatangkan ketentraman hati. Zikir dapat dilakukan dengan bertasbih, bertakbir, beristighfar, bertahlil, berdoa maupun membaca Al qurโan. Allah berfirman yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka merasa tentram dengan mengingat Allah. Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah-lah, hati menjadi tentram. Dalam surat yang lain Allah berfirman Oleh karena itu, bersabarlah kamu atas apa yang mereka katakan. Dan bertasbihlah sambil memuji Rabb-mu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, dan bertasbih pulalah pada waktu malam tiba dan pada waktu-waktu siang supaya kamu merasa zikrullah , seorang individu akan merasa dekat dengan Allah SWT, serta merasa berada dalam perlindungan dan penjagaan-Nya. Ini akan membangkitkan rasa percaya diri, aman, dan tentram, serta bahagia. Allah berfirman Oleh karena itu , ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku pun ingat kepada Tobat Perasaan gelisah bisa hadir dalam diri individu ketika ia merasa berdosa. Al Qurโan menjarkan kita ketka terjadi persaan berdosa seharusnya kita bertobat. Dengan bertobat Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa yang kita lakukan, serta memperkuat harapan akan keridlan Allah SWT. Tobat akan memperingan kegelisahan yang dihadapi manusia. Allah berfirman katakanlah, Wahai hamba-hamba โKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, kalian jangan berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang maha pengampun lagi maha penyayang. Spiritualita Journal of Ethics And Spirituality Allah juga berfirman Barang siapa yang melakukan kejahatan dan menzalimi diri sendiri, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi maha Berpikir positif dan optimis Al Qurโan mengajarkan kepada umat muslimin untuk selalu bersyukur dalam arti berpikir positif dan optimis dalam menghadapi segala cobaan dari Allah SWT. Sesungguhnya bersama kesulitan selalu ada kemudahan .Allah berfirman Sungguh, bersama kesulitan selalu ada kemudahan. Bersama kesulitan benar-benar selalu ada kemudahan. Dengan ayat ini terkandung makna bahwa musibah itu tidak perlu diratapi. Mengeluh dan meratapi musibah justru akan mengaktifkan gen-gen negatif untuk menginstruksikan perilaku-perilaku negatif dan mempengaruhi kondisi tubuh. Sebaliknya, yang perlu kita lakukan adalah menata hati dan pikiran untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Musibah adalah keniscayaan, akan tetapi penderitaan itu adalah sikap dan pilihan. Oleh karena itu mengubah pola pikir atau mengubah sudut pandang sangat diperlukan, agar kita terhindar dari stres atau penderitaan. Penderitaan akan musibah akan sirna dengan berpikir positif, bersyukur dan bertawakal. Allah berfirman Apa yang menimpa kami ini telah Allah gariskan. Dialah pelindung kami. Hanya kepada Allah semata semestinya orang-orang mukmin itu Shalat Al Qurโan mengajarkan kepada umat muslimin untuk menjadikan shalat sebagai obat ketika kita mengalami penderitaan karena musibah atau cobaan lainnya. Allah berfirman Hai orang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolonhmu, sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang shalatโ menunjukkan bahwa dalam shalat itu terdapat hubungan manusia dengan Rabb-Nya. Ketika shalat , seseorang berdiri secara khusuk dan merendahkan diri di hadapan allah SWT, penciptanya dan pencipta semesta alam Berdirinya manusia seperti ini akan memberinya kekuatan spiritual yang melahirkan perasaan kebeningan spiritual, ketentraman qalbu, dan ketenangan jiwa. Demikian pula dengan doa dan tasbih seusai melaksanakan shalat juga dapat sebagai fungsi relaksasi dan ketenangan jiwa. Pengungkapan problem-probelm yang dihadapi kepda Allah SWT dapat menjadi sarana untuk memperoleh ketenangan berfirman dan Rabb kalian berfirman, โBerdoalah kepda-Ku, niscaya aku akan memperkenankan kalian.... Jalaluddin Rakhmat, Tafsir Kebahagiaan. jakarta ;Serambi,2010h. 63-64 Muhammad utsman Nadjati, Psikologi dalam Al Qurโan. Jakarta Pustaka Coping Stress Dalam Perspektif Al Qurโan KESIMPULAN Dari paparan di atas dapatlah dipetik kesimpulan bahwa Al Qurโan sebagai kitab suci umat muslim telah memberikan petunjuk terkait stres berikut bagaimana seharusnya menyikapinya supaya kita tidak terjebak dan terpuruk oleh karenanya. Al qurโan memandang stres sebagai cobaan dan ujian dari Allah SWT . Gejala stres seperti munculnya emosi negatif takut, sedih dan marah dilukiskan Allah dalam surat Al โAmbiya yat 140, Abasa ayat 33-37, surat Yusuf ayat 84-86, At โTaubah ayat 92, Al-Aโraf ayat 150 dan Thoha ayat 92-94. Gejala stres yang berat digambarkan Allah SWT dalam surat Al-Anโam ayat 125 sebagai sesak nafasnya seperti orang naik ke langit, dan dalam surat Thoha ayat 124 sebagai orang yang memiliki kehidupan yang sempit. Ada banyak sumber stres yaitu pertama musibah. Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam surat At-taghabun ayat 11, Asy Syura ayat 30 dan Ar-Rum ayat 41. Kedua, Penyakit hati dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 10, Al-Aโraf ayat 179. Ketiga Berprasangka buruk kepada Allah, dijelaskan dalam surat Al Fajr ayat 15-17 dan surat Al Fath ayat 12. Kempat berprasangka buruk kepada orang lain dijelaskan oleh Allah dalam surat Al Hujurat ayat 12. Allah SWT dalam al Qurโan juga memberikan tuntunan bagaimana mengatasi stres , yaitu dengan ikhlas, sabar, zikir, tobat, shalat, dan berpikir positif dan optimis. Pertama, ikhlas dijelaskan dalam Al Qurโan dalam surat At Taubah ayat 91. Kedua, Sabar dijelaskan dalam Al qurโan asurat Al Baqarah ayat 153 dan Al Baqarah ayat 155-157. Ketiga, zikir dijelaskan dalam Al Qurโan dalam surat Al Baqarah ayat 152, Surat Thoha ayat 130, dan Surat Ar Raโd ayat 28. Kempat, Tobat, dijelaskan dalam surat Az-Zumar ayat 53, An Nisaโ ayat 48. Kelima, berpikir positif dan optimis dijelaskan dalam Al qurโan Surat Al-Insyirah ayat 5-6 dan Al Tawbah ayat 51. Keenam shalat, dijelaskan dalam Al Qurโan Surat Al baqarah ayat 153 dan Surat Ghafir ayat 60. Spiritualita Journal of Ethics And Spirituality DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama Al Qurโan dan Tafsirnya. Jilid I Jakarta Lentera Abadi. Departemen Agama Al Qurโan dan Tafsirnya. Jilid VII. Jakarta Lentera Abadi. Departemen Agama Al Qurโan dan Tafsirnya. Jilid lentera AbadL Hasanah,Muhimmatul. 2016. Stress dan solusinya dalam perspektif psikologi dan Islam. Jurnal Ummul Qurra, Vol XIII, No 1. Maret 2016 Hendriani,Wiwin. .2018. Resiliensi Psikologis. Jakarta Prenada Media Group. Lazarus dan Folkman. Appraisal, dan Coping . Jakarta New York Springer Publishing Company. Stres dan Cara Mengatasinya Dalam Perspektif Edukasi, Volume . No 2 . Juli 2016 Nadjati,Muhammad Utsman . dalam Al Qurโ Zaka Al Faritsi. Jakarta Pustaka Setia. Nevid, Jeffrey S. dkk. Purnama ,Rahmad,2017, Penyelesaian Stres dengan Coping Spiritual, Jurnal Al Adyan, Vol XII No 1 , Januari-Juni 2017. Qurโan Asyifa. Bandung Gygma Examedia Arkanleena. Rakhmat,Jalaluddin . 2010. Tafsir Kebahagiaan. jakarta ;Serambi,2010 Yuwono, Susatyo , 2010. Mengelola Stres dalam Perspektif Psikologi dan Islam, Jurnal Psycho Idea,Tahun 8, Vol 2, Juli 2010. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this FolkmanHere is a monumental work that continues in the tradition pioneered by co-author Richard Lazarus in his classic book Psychological Stress and the Coping Process. Dr. Lazarus and his collaborator, Dr. Susan Folkman, present here a detailed theory of psychological stress, building on the concepts of cognitive appraisal and coping which have become major themes of theory and investigation. As an integrative theoretical analysis, this volume pulls together two decades of research and thought on issues in behavioral medicine, emotion, stress management, treatment, and life span development. A selective review of the most pertinent literature is included in each chapter. The total reference listing for the book extends to 60 pages. This work is necessarily multidisciplinary, reflecting the many dimensions of stress-related problems and their situation within a complex social context. While the emphasis is on psychological aspects of stress, the book is oriented towards professionals in various disciplines, as well as advanced students and educated laypersons. The intended audience ranges from psychiatrists, clinical psychologists, nurses, and social workers to sociologists, anthropologists, medical researchers, and Qur"an dan Tafsirnya. Jilid I Jakarta Lentera AbadiR I Daftar Pustaka Departemen AgamaDAFTAR PUSTAKA Departemen Agama Al Qur"an dan Tafsirnya. Jilid I Jakarta Lentera AgamaDepartemen Agama Al Qur'an dan Tafsirnya. Jilid VII. Jakarta Lentera dan solusinya dalam perspektif psikologi dan IslamDepartemen Agama Al Qur'an dan Tafsirnya. Jilid lentera AbadL Hasanah,Muhimmatul. 2016. Stress dan solusinya dalam perspektif psikologi dan Islam. Jurnal Ummul Qurra, Vol XIII, No 1. Maret 2016Wiwin HendrianiHendriani,Wiwin..2018. Resiliensi Psikologis. Jakarta Prenada Media dan Cara Mengatasinya Dalam Perspektif Stres dan Cara Mengatasinya Dalam Perspektif Edukasi, Volume. No 2. Juli 2016Psikologi dalam Al Qur' Zaka Al FaritsiMuhammad NadjatiUtsmanNadjati,Muhammad Utsman. dalam Al Qur' Zaka Al Faritsi. Jakarta Pustaka S NevidDkkNevid, Jeffrey S. dkk. Stres dengan Coping SpiritualRahmad PurnamaPurnama,Rahmad,2017, Penyelesaian Stres dengan Coping Spiritual, Jurnal Al Adyan, Vol XII No 1, Januari-Juni Gygma Examedia ArkanleenaQur'an AsyifaQur'an Asyifa. Bandung Gygma Examedia Arkanleena.
Orangberiman selalu mendapat ujian allah apakah kamu sudah pernah mengalami. Question from @Desta1232 - Sekolah Dasar - B. arab Desta1232 @Desta1232. May 2019 2 5 Report. Orang beriman selalu mendapat ujian allah apakah kamu sudah pernah mengalami . zahrafatinsaffanah Ya beriman selalu ditolong oleh allah swt .
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID Wrt27cE8q77t7-eBpIPkn_isQRA5wDa10lfV2z5cIY3rjOZShZXYLA== Jikaia sangat kukuh dan kuat dalam agamanya, sangat kuat pula ujian kepadanya dan jika lemah agamanya, diuji pula oleh Allah sesuai dengan tingkat ketaatan kepada agamanya. Demikianlah bala dan ujian itu senantiasa ditimpakan kepada seorang hamba sampai ia dibiarkan berjalan dimuka bumi tanpa dosa apa pun. (HR. Turmudzi) Suffering is a reality experienced by every human being as an integral part of their life. As part of oneโs life, suffering is inevitable. Some people whose faith in the benevolent God has been shaken by their worst suffering ask the question โWhy does not God eliminate suffering if He is gracious and omnipotent?โ This article sheds light on the problem of suffering using the Scriptures and theology, to find the different meanings behind it. From the biblical perspective, it will explore a number of meanings of suffering that essentially assert how suffering also serves to bring goodness to human life. These meanings are then complemented with a theological perspective which is based on the three aspects of soteriology, ecclesiology, and eschatology. Through this exploration, Christians are invited to โmake peaceโ with their suffering by way of finding its different meanings. Suffering as a giftโ might help the believers embrace life in its fullness and accept their being human. The concept of God as the Loving Fatherโ could also help them find strength in facing suffering and grow in their faith as Godโs children. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 285MELINTAS DI TENGAH PENDERITAAN SUATU INSPIRASI TEOLOGIS-BIBLIS KRISTIANIElvin Atmaja Hidayat Graduate Student Faculty of Philosophy Parahyangan Catholic University Bandung, IndonesiaAbstractSuffering is a reality experienced by every human being as an integral part of their life. As part of oneโs life, suffering is inevitable. Some people whose faith in the benevolent God has been shaken by their worst suffering ask the question โWhy does not God eliminate suffering if He is gracious and omnipotent?โ This article sheds light on the problem of suffering using the Scriptures and theology, to ๏ฌ nd the different meanings behind it. From the biblical perspective, it will explore a number of meanings of suffering that essentially assert how suffering also serves to bring goodness to human life. These meanings are then complemented with a theological perspective which is based on the three aspects of soteriology, ecclesiology, and eschatology. Through this exploration, Christians are invited to โmake peaceโ with their suffering by way of ๏ฌ nding its different meanings. Suffering as a giftโ might help the believers embrace life in its fullness and accept their being human. The concept of God as the Loving Fatherโ could also help them ๏ฌ nd strength in facing suffering and grow in their faith as Godโs in suffering ๏ฌ biblical inspiration ๏ฌ soteriology ๏ฌ ecclesiology ๏ฌ eschatology ๏ฌ the Loving [285-308] 286Introduksi Dari Manakah Datangnya Penderitaan?Terminologi deritaโ memiliki arti menanggung merasai sesuatu yang tidak menyenangkan, sementara istilah penderitaanโ dide๏ฌ nisikan sebagai penanggungan, perihal cara, dan sebagainya Dalam konteks Kristianitas, asal penderitaan di muka bumi sulit ditelusuri karena dikisahkan bahwa dalam Kitab Kejadian Allah yang Mahabaik telah menciptakan segala sesuatu โbaik adanyaโ. Penderitaan sebagai sesuatu yang โtidak baikโ dengan demikian dianggap bukan berasal dari Allah. Lalu, dari manakah datangnya penderitaan?Pertanyaan ini selaras dengan apa yang diserukan oleh G. W. Leibniz 1646-1716 dalam bukunya Esai tentang Teodisea, โSi Deus, unde malum?โ โkalau Allah ada, dari manakah datangnya keburukan?โ.2 Leibniz menyebutkan ada tiga jenis keburukan yang masing-masing mengakibatkan penderitaan dalam kadar yang berbeda. Keburukan pertama disebutnya keburukan ๏ฌ sik malum physicum yang mewujud dalam bentuk penderitaan secara jasmani. Keburukan kedua disebut keburukan meta๏ฌ sik malum metaphysicum yang mewujud dalam penderitaan akibat bencana alam, dan keburukan ketiga disebut keburukan moral malum morale yang merupakan akibat langsung penyalahgunaan kehendak bebas manusia, atau yang dapat disebut sebagai kejahatanโ.3 Pada kenyataannya, banyak penderitaan manusia yang diakibatkan oleh tindakan jahat manusia lainnya yang tidak bertanggung jawab. Jadi, meskipun dalam beberapa kasus tertentu penderitaan bersumber dari bencana alam yang tidak disebabkan oleh manusia, penderitaan tidak terlepas begitu saja dari peran manusia. Berdasarkan gagasan Leibniz, diperoleh pemahaman bahwa penderitaan dapat diatasi sekaligus tidak dapat diatasi. Penderitaan pertama yang berasal dari keburukan ๏ฌ sik malum physicum, yaitu ketika tubuh mengalami rasa sakit karena suatu penyakit atau hal-hal yang menyakitkan, dapat dicegah atau diatasi dengan memakan makanan sehat, berolah raga teratur, menghindari hal-hal yang berpotensi membahayakan keselamatan diri, dan sebagainya. Keburukan jenis ini dimengerti sebagai proses pembelajaran agar manusia berhati-hati dalam menjaga kesehatannya atau sebagai sanksi karena manusia lalai merawat tubuhnya sendiri. Meskipun begitu, penderitaan ๏ฌ sik yang terjadi karena faktor keturunan atau genetis tidak dapat diatasi, melainkan hanya dapat diterima. Misalnya, penderitaan seorang anak yang berasal atau ditimbulkan dari keadaan cacat ๏ฌ siknya Elvin Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani 287MELINTAS lahir, tidak memiliki salah satu organ tubuh, atau kemampuan intelektualnya di bawah rata-rata, atau tidak berfungsinya salah satu panca indera, dan sebagainya. Sumber penderitaan kedua disebut โkeburukan meta๏ฌ sikโ karena berasal dari luar diri manusia dari alam dan melampaui batas-batas kemampuan atau pengendalian manusia. Keburukan meta๏ฌ sik ini menimbulkan penderitaan yang juga dapat diatasi sekaligus tidak dapat diatasi. Penderitaan yang disebabkan oleh bencana alam berupa gempa bumi, tsunami, dan angin topan sama sekali tidak dapat diatasi oleh manusia. Suatu bencana alam dapat diatasi atau dicegah oleh manusia sejauh bencana tersebut disebabkan oleh campur tangan manusia sendiri. Misalnya, bencana banjir yang disebabkan oleh kebiasaan membuang sampah sembarangan dan menebang hutan secara liar, atau bencana tanah longsor yang ditimbulkan oleh tindakan manusia mengeruk tanah secara berlebihan. Penderitaan manusia yang berasal dari keburukan meta๏ฌ sik dan yang dapat diatasi tampaknya lebih berhubungan erat dengan moralitas. Sumber penderitaan ketiga dalam gagasan Leibniz ialah keburukan moral malum morale. Penderitaan jenis ini merupakan satu-satunya yang dapat diubah oleh kemampuan atau usaha manusia sendiri. Dengan mengubah keburukan moral ini menjadi kebaikan, hilanglah pula penderitaan yang diakibatkan olehnya. Dengan kata lain, penderitaan ini dapat diatasi atau ditanggulangi oleh manusia dengan mengubah keburukan moral atau sifat dan perbuatannya yang jahat menjadi kebaikan. Banyak contoh penderitaan terjadi karena keburukan moral ini. Para korban bencana alam dan rakyat miskin, misalnya, mengalami penderitaan semakin besar karena bantuan yang seharusnya disalurkan kepada mereka dikorupsi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung Contoh lain ialah seorang anak menderita karena mengalami pelecehan seksual oleh seorang guru bahkan orang tua kandung yang selama ini menjadi panutan hidupnya. Penderitaan juga dialami oleh rakyat sipil yang menjadi korban peperangan di sejumlah negara. Penderitaan semacam itu tidak akan pernah terjadi jika oknum-oknum terkait memiliki moralitas yang baik. Sementara itu, dalam perspektif evolusionis yang dipelopori oleh Pierre Teilhard de Chardin 1881-1955, penderitaan dipandang muncul sebagai dampak dari dunia yang diciptakan Allah secara evolutif. Dalam proses evolusi dunia dari yang relatif tidak sempurna menuju keadaan 288yang sempurna, pasti terdapat beragam bentuk kejahatan, kegagalan, dan kesengsaraan yang mau tak mau terjadi. Jadi, menurut pandangan kaum evolusionis, penderitaan tidak berasal dari Allah, seakan-akan telah diciptakan-Nya sejak permulaan dunia, namun berasal dari proses evolusi Proses semacam ini terjadi pula dalam berbagai realitas kehidupan manusia, misalnya, dalam proses menuju kesuksesan hidup. Di China, misalnya, para atlet atau seniman yang berprestasi mengalami proses pelatihan amat keras sejak Anak-anak ini mengalami penderitaan dalam pelatihan karena harus melakukan apa yang mungkin tak mereka sukai dan karena harus kehilangan masa-masa bermain mereka. Terkait penjelasan mengenai proses evolutif ini, Allan McGinnis mengisahkan kesaksian hidup para tokoh dunia, misalnya, Isaac Newton yang mengalami kegagalan saat studi di bangku Sekolah Dasar, Werner von Braun yang gagal dalam bidang studi Aljabar di masa sekolah, atau Ludwig van Beethoven yang dinilai tidak berbakat Mereka semua adalah tokoh-tokoh hebat yang pernah mengalami kegagalan dan melakukan perjuangan keras hingga menyiksa diri, sampai akhirnya berhasil meraih kesuksesan. Seluruh proses ini harus terjadi dalam kerangka evolusi alam semesta, sebagaimana dinyatakan oleh Chardin bahwa โNothing is constructed except at the price of an equivalent destruction.โ8 Asal penderitaan dijelaskan sebagai konsekuensi logis atau sebagai sesuatu yang harus terjadi dari proses evolutif untuk mencapai sebagai Problem ImanSebagian orang dapat menerima penderitaannya dan menjadi semakin beriman saat diuji dalam penderitaan, sementara sebagian yang lain tidak dapat menerimanya dan kehilangan iman. Bagi orang yang tidak dapat menerima penderitaan hidupnya, Allah yang Mahakasih dianggap sebagai semacam konsep tipuan atau khayalan, sehingga kurang diimani, karena dianggap tidak membantu. Dalam penghayatan hidup beriman, penderitaan, terutama yang dialami orang-orang saleh, menimbulkan pertanyaan besar atas konsep Allah yang Mahaadil, Mahakasih, dan Mahakuasa. Orang bertanya-tanya mengapa penderitaan juga terjadi atas seseorang yang tidak pernah berbuat jahat terhadap sesamanya, dan mengapa Allah tidak menolong dengan Elvin Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani 289MELINTAS Leonard SJ, misalnya, menerima rentetan pertanyaan serupa ketika adik perempuannya, Trecey, mengalami kecelakaan dan mengalami kelumpuhan total di usia dua puluh delapan tahun. Padahal, Trecey adalah seorang perempuan yang amat baik. Hari-hari hidupnya dibaktikan untuk merawat orang-orang paling menderita di Kalkuta dan mengelola klinik kesehatan untuk orang-orang Aborigin di Keats, Australia, bersama para biarawati. Leonard menerima banyak surat penghiburan bagi adiknya semenjak peristiwa itu, dan beberapa di antaranya terdengar menakutkanโ baginya karena berbunyi, โTrecey pasti telah melawan Allah sehingga ia mendapat hukuman selagi ia masih hidup di muka bumi.โ10 Bagi Leonard, surat penghiburan itu merupakan teologi yang mengerikan, karena justru tidak mendekatkan manusia kepada Allah dalam situasi terburuk yang menimpa hidup Kisah yang dialami oleh Leonard ini menunjukkan bahwa realitas penderitaan sering disalahpahami. Penderitaan sering hanya dimaknai secara sempit sebagai hukumanโ atas dosa manusia. Pemaknaan semacam ini tidak lagi tidak bisa secara sempit dipandang sebagai sekadar hukumanโ dari Tuhan atas dosa manusia. Jawaban yang pasti mengenai asal penderitaan karenanya akan selalu menjadi pertanyaan dari masa ke masa. Di sini penderitaan menjadi sebuah problem, terutama dalam penghayatan iman akan Allah yang Mahabaik. Penderitaan sebagai salah satu sisi kehidupan manusia yang tak terelakkan tetap merupakan suatu misteri, sehingga tidak satu pun ciptaan tahu mengapa Allah menganugerahkanโ-nya. Hal yang jelas ketika berbicara mengenai penderitaan ialah, bahwa penderitaan merupakan realitas hidup manusia yang nyata dan tak terhindarkan. Tulisan ini berusaha memaparkan pendekatan atas problem penderitaan tersebut dalam kajian biblis dan teologis. Tujuannya, umat beriman terbantu untuk bertahan dalam iman, manakala berhadapan langsung dengan realitas penderitaan yang tak Biblis Perspektif Kitab Suci Perjanjian Lama Gagasan mengenai penderitaan dalam Perjanjian Lama setidaknya dapat dimaknai dalam tiga konsep, yakni 1 sebagai hukuman atas dosa pribadi, 2 sebagai pengorbanan, yaitu silih atas dosa orang lain dan konsekuensi atas iman kepada Allah dan kebenaran, 3 sebagai awal Gagasan-gagasan ini nanti akan diperbarui atau diperlengkapi dengan perspektif Kitab Suci Perjanjian Baru. 290Pertama, penderitaan dipandang sebagai hukuman atas dosa manusia. Ini merupakan pandangan yang umum berlaku dalam Perjanjian Lama. Kitab Kejadian yang mengawali Perjanjian Lama dan seluruh Kitab Suci menggambarkan bahwa dunia ini diciptakan oleh Allah sebagai baik adanya. Segala sengsara, penyakit dan derita mulai masuk ke dalam dunia yang diciptakan Allah sebagai baik itu karena pasangan manusia pertama berdosa dengan menuruti godaan setan Kejadian 2. Akibatnya, dalam Kej. 314-19, digambarkan bahwa Adam harus bekerja keras dan Hawa akan kesakitan pada waktu melahirkan, sebagai hukuman atas dosa mereka. Dalam Kitab Ulangan 30 dikatakan bahwa Tuhan akan menghukum bangsa Israel jika mereka tidak menuruti perintah-perintahNya. Pandangan umum Perjanjian Lama mengenai penderitaan sebagai hukuman atas dosa dirumuskan secara singkat dalam Amsal 119, โSiapa berpegang pada kebenaran sejati, menuju hidup, tetapi siapa mengejar kejahatan, menuju kematian.โ Dengan kata lain, pemberontakan dosa manusia terhadap Sang Pencipta menjadi penyebab terjadinya penderitaan misalnya, Yes. 534-12. Dalam Kitab Bilangan 1210-12 juga terdapat kisah Miryam yang menderita kusta karena iri hati. Konsep pertama tentang penderitaan yang khas dari Perjanjian Lama ini juga eksplisit dalam Kitab Ayub, meskipun tidak terbukti dalam diri Ayub sendiri. Para sahabat Ayub yang datang untuk menghiburnya menganggap bahwa kemalangan besar yang dialami Ayub merupakan sebuah hukuman dari Allah atas dosa-dosa yang telah diperbuatnya, atau dengan kata lain sebagai suatu implikasi konkret konsep โpembalasan di bumiโ.13 Menurut konsep โpembalasan di bumiโ ini, semua perbuatan manusia, baik kejahatan maupun kebaikan akan diganjar pada saat manusia masih hidup. Hukum ini diandaikan mesti terjadi karena kehidupan setelah kematian belum dikenal dalam alam pikir Perjanjian Lama..14Kedua, penderitaan dimaknai sebagai suatu pengorbanan. Pengorbanan yang berpotensi menimbulkan penderitaan terdiri atas dua aspek, yaitu 1 silih atas dosa orang lain berkorban demi sesama, dan 2 konsekuensi iman kepada Allah dan kebenaran berkorban demi iman. Perjanjian Lama memuat aspek pertama dalam kisah penderitaan yang dialami oleh Yeremia, nabi yang harus banyak menderita karena tugas kenabiannya. Sedemikian berat deritanya sampai ia berani berseru kepada Allah, โMengapakah penderitanku tidak berkesudahan dan lukaku sangat payah, sukar Elvin Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani 291MELINTAS Sungguh, Engkau seperti sung ai yang curang bagiku, air yang tidak dapat dipercayaiโ Yer 1518. Perikop mengenai โhamba Tuhan yang menderitaโ, yang dideskripsikan sebagai seseorang yang kenyang dengan penderitaan dan dianggap sebagai orang yang dikutuk Tuhan, padahal dia diremukkan oleh karena dosa manusia Yes 535, dapat menjadi jawaban atas penderitaan yang dialami oleh para nabi dan rasul. John J. Collins, berdasarkan โKidung Hamba Yahweโ itu, menggambarkan penderitaan seorang hambaโ sebagai orang yang diserahkan kepada kematian dan dihitung bersama orang-orang jahat, meskipun ia sendiri tidak melakukan kejahatan. Hidupnya diserahkan laksana kurban bagi orang Jadi, orang benar bisa menderita demi keselamatan orang lain, dan ia mewakili sesamanya dalam menanggung hukuman atas Aspek kedua yang menggambarkan penderitaan sebagai konsekuensi atas iman kepada Allah dan kebenaran termuat misalnya dalam Kitab 2Makabe 7. Dalam kitab ini dikisahkan tujuh orang bersaudara yang rela disiksa sampai mati demi mempertahankan iman mereka kepada Allah, kepada perjanjian dan perintah-perintahNya, dan akan kebenaran yang mereka imani. Gagasan ini memberikan suatu teladan kemartiran bagi orang beriman, yang menurut Collins harus diterima agar Hidup Abadi Berbeda dari pengertian penderitaanโ dalam aspek pertama, penderitaan yang dimaksud dalam aspek kedua ini tidak mengandung aspek penebusan atau penderitaan demi orang lain. Apa yang diperjuangkan dalam konteks kedua ialah kebenaran ideologis, pembelaan akan keyakinan yang dipercaya mampu menyelamatkan pribadi yang bersangkutan, suatu kematian demi mempertahankan iman. Terkait perikop 2Makabe 7 ini, Alphonse P. Spilly memberikan penafsiran mengenai kemartiran. Hal terutama yang mau diajarkan ialah bahwa ketaatan kepada hukum lebih penting daripada hidup itu sendiri lebih baik mati daripada melanggar hukum. Kematian dianggap tidak menakutkan karena Allah diyakini sebagai pencipta dan pemulih kehidupan; Allah dapat membuat semesta alam dan manusia dari kekosongan, maka Ia juga dapat memulihkan kehidupan Ketiga, penderitaan dipandang sebagai awal dari suatu kebaikan. Penderitaan dimaknai sebagai pendahuluโ atau โpembuka jalanโ bagi sesuatu yang baik. Gagasan ini dijelaskan misalnya dalam kisah Yusuf dan Ayub. Yusuf mengalami penderitaan karena dibenci dan dijual oleh saudara-saudaranya, dan sempat mengalami nasib sebagai orang asing dan 292di๏ฌ tnah oleh istri Potifar di Mesir. Yusuf berkata, โJanganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamuโ Kej. 455. Bagi Pauline A. Viviano, teologi yang ada di balik kisah Yusuf sangat jelas, yaitu bahwa Allah telah mengarahkan dan membimbing terjadinya peristiwa-peristiwa hidup. Allah ikut campur tangan dalam sejarah bangsa Israel, khususnya, dan sejarah manusia, umumnya. Allah dalam hal ini โturut andilโ mengirim Yusuf ke Mesir guna memelihara mereka terhadap kehancuran Gagasan ketiga ini dapat ditemukan juga dalam Kitab Ayub yang memandang penderitaan sebagai ujian atas iman bdk. Ayub 19-12.20 Ujian hidup yang dialami Ayub sangat berat, dari kehilangan ternak dan anak-anaknya serta menderita penyakit kulit mengerikan. Kenyataan buruk yang awalnya sangat berat diterima ini, ternyata mengawali suatu kebaikan dalam hidup Ayub, yakni kematangannya dalam beriman, dan bahkan menjadi awal pengenalan antara Allah dan manusia secara lebih mendalam. Ketika Ayub menderita hebat, dalam keyakinannya bahwa ia memang tidak pernah melakukan kejahatan apa pun yang membuatnya layak dihukum, ia mulai bertanya kepada Allah. Sejak Bab 38-42 epilog, Allah sendiri menampakkan diri dan menyingkapkan diri-Nya. Allah tidak menjelaskan mengapa Ayub menderita, melainkan hanya menunjukkan kepadanya kekuasaan dan kebijaksanaan-Nya, sambil menyadarkan Ayub akan kekecilannya sebagai manusia. Lewat pengalaman penderitaan inilah, Allah memberi Ayub gambaran yang lebih lengkap dan semakin otentik akan diri-Nya meskipun Ia tetaplah misteri, yaitu bahwa Ia bukan semata-mata Allah yang suka membalas dendam atau menghukum manusia berdosa. Pengenalan mendalam akan Allah ini dinyatakan oleh Allah dalam Ayub 427-8, โAyub hamba-Ku, telah bicara benar mengenai Aku.โ21 Melalui penderitaan, bukan hanya manusia menjadi semakin mengenali Allah, melainkan Allah pun semakin mengenali manusia. Allah menyetujui provokasi setan untuk mencobai Ayub dengan penderitaan Ayub 16-12, bukan hanya untuk memperlihatkan kepada setan bahwa Ayub adalah orang yang sungguh tulus, namun juga untuk mengenali bagi diri-Nya sendiri siapakah Ayub itu. Dan ternyata bahwa dia sungguh-sungguh orang yang beriman. Pengenalan yang semakin mendalam antara Ayub dan Allah ini menciptakan persahabatan relasi yang intim di antara keduanya, yang kembali terjalin seperti dulu seperti digambarkan Elvin Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani 293MELINTAS bab 11-5.22 Kedekatan antara Allah dan Ayub yang pertama-tama disebabkan oleh penderitaan, bahkan membuat Allah memulihkan dua kali lipat keadaan Ayub 4210-17. Pengalaman kedua tokoh Perjanjian Lama tersebut Yusuf dan Ayub memuat gagasan bahwa penderitaan atau apa yang semula tampak seperti malapetaka ternyata akan berakhir dengan baik, sesuai kehendak Allah, karena Allah telah mengatur segala sesuatu sedemikian rupa. Dalam hal ini, kehendak bebas manusia diandaikan tetap menentukan. Melalui gagasan yang terakhir ini, pandangan Perjanjian Lama tentang penderitan mulai diperbarui. Ada hal yang lebih bermakna mengenai penderitaan daripada hanya sebagai suatu ganjaran atas dosa, yaitu suatu kebaikan di akhir bagi manusia yang menderita itu sendiri, bahkan bagi semua orang di Penderitaan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru Makna penderitaan manusia yang terkandung dalam keseluruhan Kitab Suci mencapai puncaknya dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, yaitu dalam diri Kristus, melalui sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya yang luhur. Dua di antara empat konsep Perjanjian Baru memiliki persamaan dengan apa yang sebelumnya telah diuraikan dalam Perjanjian Lama. Kendati serupa, sebagai suatu bagian yang berbeda, keduanya memiliki ciri khas atau penekanan masing-masing yang membedakan pandangannya satu dari yang lain. Kehadiran Yesus dalam Perjanjian Baru merestorasi pandangan mengenai penderitaan dalam Perjanjian Lama, terutama gagasan konservatif bahwa penderitaan merupakan hukuman atas dosa manusia. Dalam Perjanjian Baru, Yesus memberikan jawaban diplomatis dan lebih realistis atas kenyataan penderitaan dengan keterkaitannya pada unsur rencana ilahi, โโฆpekerjaan Allah harus dinyatakan dalam diaโ Yoh. 92-3. Yesus menolak pandangan bahwa setiap penderitaan disebabkan oleh dosa orang yang menderita itu sendiri atau karena dosa nenek moyangnya. Misalnya, Luk. 132, tentang โdosa dan penderitaanโ, yakni ketika Yesus menegaskan bahwa nasib buruk yang dialami sejumlah orang bukanlah karena dosanya yang lebih besar daripada orang-orang lain. Karena penderitaan bukan disebabkan semata-mata oleh dosa, saya akan menguraikan keempat gagasan lain agar penderitaan dapat dialami sebagai sesuatu yang lebih dalam Perjanjian Baru penderitaan dipandang sebagai partisipasi manusia dalam penderitaan Kristus. Unsur partisipatif ini berdasar pada 294solidaritas Allah yang rela menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus dan yang rela menanggung penderitaan bersama manusia. Gagasan pertama ini bertolak dari 1Yoh. 419 yang berbunyi, โKita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.โ Jadi, partisipasi manusia dalam penderitaan Kristus bukan pertama-tama karena manusia mengasihi Allah, melainkan karena Allah yang lebih dahulu mengasihi manusia dengan solidaritas-Nya dan menjelma sebagai manusia kenosis.23 Sebagai manusia, Ia mengalami penderitaan bersama manusia lainnya. Penderitaan Yesus merupakan cara-Nya menarik manusia kepada Allah. Pandangan semacam ini sudah muncul dalam Jemaat Kristen Purba setelah peristiwa Yesus naik ke surga yang memandang penderitaan sebagai kesempatan untuk mengambil bagian atau berpartisipasi dalam kemuliaan Kristus misalnya, 1Petrus 220. Jadi, Yesus menyodorkan pemahaman baru. Ia tidak menjelaskan penyebab penderitaan dan tidak menghubungkan derita dengan dosa. Ia justru menempatkan penderitaan dalam karya keselamatan Allah dan mengambil penderitaan sebagai bagian dari hidup-Nya. Gagasan pertama ini juga dapat ditemukan dalam pengalaman Paulus, misalnya, dalam 1Kor. 410-13, 2Kor. 48-11, dan 1123-29. Ada berbagai penderitaan dan tekanan yang dihadapinya, seperti diabaikan, haus dan kelaparan, kurang tidur, disiksa, direndahkan, kedinginan dan kepanasan, dan sebagainya. Di dalam pengalaman-pengalaman tersebut, ia merenungkan bahwa โkami yang hidup ini terus menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kamiโ 2Kor 411.24 Penderitaan sebagai aspek partisipatif dapat ditemukan pula dalam surat-surat Paulus, yaitu Galatia 219-20, โAku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam akuโ dan Filipi 310-11, โYang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Diaโฆโ Orang beriman diberi kekuatan untuk menanggung penderitaannya berdasarkan kesadaran bahwa Kristus pun mengalami hal yang serupa dan berhasil menang atas penderitaan tersebut. Kedua, penderitaan dimaknai sama seperti konsep Perjanjian Lama di atas, yaitu sebagai suatu pengorbanan untuk orang lain dan untuk kebenaran. Seperti para nabi Perjanjian Lama, Yesus juga menderita karena menjalankan misi Allah Bapa-Nya Luk. 2426, 46; Kis. 318 dan sama Elvin Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani 295MELINTAS Yusuf, Ia juga harus mengalami penderitaan demi penyelamatan manusia. Dalam Yoh. 1513, Yesus memaknai penderitaan-Nya sebagai perwujudan kasih yang terbesar bagi manusia yang disebut-Nya sebagai sahabatโ. Dengan kata lain, kasih selalu berarti pengorbanan atau kerelaan menderita bagi orang lain. Dalam gagasan kedua ini, penderitaan Yesus dimaknai sebagai penebusanโ redemption, yaitu pengorbanan Allah untuk membebaskan manusia dari perbudakan dosa dan kejahatan Kol. 113-14 serta menyucikan manusia dari kesalahannya 1Kor. 611, Ef. 525-26, Ibr. 2 17-18.25 Secara luas, penderitaan dalam konsep pengorbanan ini tidak hanya merujuk pada sesama manusia, melainkan juga sebagai konsekuensi dari keteguhan membela iman atau karena kesetiaan mempertahankan kebenaran. Manusia bisa mengalami penderitaan sebagai seorang martir akibat penganiayaan karena iman yang dimilikinya atau karena membela kebenaran alkitabiah 2Timotius 312. G. W. H. Lampe memandang aspek kemartiran semacam ini sebagai salah satu metode dan model paling efektif untuk evangelisasi. Mengacu pada zaman Kekaisaran Romawi, terjadi banyak eksekusi mati di hadapan publik terhadap orang-orang Kristiani. Lampe melihat penderitaan para pengikut Kristus itu sebagai suatu kesempatan untuk mempropagandakan iman atau memberikan kesaksian tentang Kemartiran Stefanus Kisah Para Rasul 6-8. misalnya, ditafsirkan oleh John Foxe sebagai benih pertobatan Saulus Saulus turut andil dan hadir menyaksikan pembunuhan Stefanus, lih. Kis. 758; 83; 2220.27 Pertobatan radikal Saulus baru terjadi ketika ia mengalami pengalaman rohani dalam perjalanannya menuju Damaskus Kis. 94-9, namun kemartiran penderitaan Stefanus dianggap sebagai awal pengenalan Paulus akan Kekristenan sejati. Ketiga, penderitaan dipandang sebagai awal atau permulaan kemuliaan manusia. Gagasan ini juga serupa dengan gagasan ketiga yang diuraikan dari Perjanjian Lama. Meskipun adalah misteri, penderitaan memiliki makna. Tujuan utamanya adalah supaya terbentuk sifat-sifat seperti Kristus dalam diri seseorang Roma 828-29. Dengan kata lain, penderitaan dipandang sebagai satu proses menjawab panggilan hidup menuju kesempurnaan Mat. 548. Sebagai suatu proses, penemuan makna atau hikmah dari suatu pengalaman penderitaan memerlukan waktu dan menuntut kesabaran. J. S. Feinberg mendukung gagasan ini dengan mengatakan bahwa Allah menggunakan penderitaan untuk mendahului proses pemuliaan bagi orang 296beriman, contohnya, Filipi 25-11 dan 1Petrus 3 Penderitaan para pengikut Kristus dipandang hanya berlangsung sesaat 1 Ptr. 16, 510 dan akan segera digantikan oleh kemuliaan abadi yang tak terkatakan Rm. 818, 2 Kor. 417. Morna D. Hooker menemukan gagasan seperti ini dengan mengacu pada Roma 51-5 dan Filipi 3. Bagi Hooker, penderitaan menuntun manusia menuju suatu kemuliaan, yakni hidup di dalam Untuk membuat manusia layak menerima kemuliaan itu, penderitaan memiliki peran penting lainnya. Penderitaan dapat memurnikan Yak. 13, 12, 1Ptr. 17 atau menuntun manusia menuju pertobatan serta berguna pula sebagai sebagai pendidik manusia dalam keutamaan-keutamaan Kristiani, terutama perihal ketahanan endurance dan ketekunan perseverance. Gagasan ini dapat ditemukan misalnya dalam Roma 53-4, โKita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapanโ, atau dalam Yakobus 13-4, โSebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa punโ.30 Dengan demikian, penderitaan yang awalnya tampak sebagai hal mengerikan dan ditolak, ternyata membawa hasil akhir yang baik. Hasil ini dapat dipetik sejak masih hidup di dunia yaitu berupa pembelajaran hidup yang mendewasakan manusia, maupun kelak sesudah kematian yaitu kemuliaan di surga. Gagasan ketiga ini menyingkapkan dimensi eskatologis penderitaan penderitaan dipandang sebagai kesempatan manusia mengenali Allah sebagai kasih dan membuktikan kesetiaan kepada-Nya. Leon Morris mengemukakan gagasan ini dengan mengacu pada Roma 53-5. Bagi Morris, perikop tersebut merupakan suatu rangkaian pikiran yang langsung menuju pada kasih Allah. Penderitaan bukanlah bukti bahwa Allah tidak mengasihi kita, melainkan justru bahwa Allah mengasihi kita. Allah yang Mahakasih itu dimaknainya juga sebagai Allah yang adil. Paulus bisa berbicara tentang ketabahan orang-orang Tesalonika di tengah pengejaran dan kesukaran sebagai bukti adilnya penghakiman Allah 2Tesalonika 14-5. Morris memandang penderitaan dalam perspektif Paulus, sebagai bagian dari kasih Allah kepada manusia untuk menjadikan manusia sebaik Elvin Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani 297MELINTAS Dalam gagasan keempat ini, penderitaan menjadi sarana pewahyuan Allah yang transenden. Ia mewahyukan bahwa diri-Nya adalah yang Mahakasih. Groenen menekankan gagasan ini terutama berdasarkan telaahnya atas Injil Markus, โpenderitaan sebagai penyataan Anak Allahโ.32 Darmawijaya juga menjelaskan penderitaan dalam kerangka Injil Markus, sebagai penyataan Anak Allah atau sebagai perwahyuan Mesias yang harus menderita Mrk. 831, 931, 1033. Melalui penderitaan dan wafat Yesus di salib, tersingkaplah misteri siapa diri-Nya, yaitu raja yang berkuasa, Anak Manusia, hakim paripurna lih. Mrk. 1539, โSungguh, orang ini adalah Anak Allah!โ.33 Dengan demikian, gagasan keempat ini membantu orang-orang yang menderita memaknai penderitaannya sebagai sarana mengenali Allah dengan lebih mendalam, yakni sebagai Allah yang Teologis terhadap PenderitaanDalam bagian ini, penderitaan ditelaah berdasarkan sudut pandang ketiga cabang teologi kristiani, yaitu soteriologi, eklesiologi, dan eskatologi. Secara sederhana, teologi keselamatan soteriologi memandang penderitaan sebagai jalan penyelamatan manusia, sebagai via dolorosa sebagaimana dialami Yesus Kristus sendiri. Leonardo Boff, misalnya, mengajukan suatu pandangan soteriologis atas penderitaan dengan mengatakan bahwa penderitaan dan penyaliban yang dialami Yesus bermakna soteriologis karena menunjuk pada Allah yang merengkuh salib itu demi solidaritas dengan semua orang yang menderita di dalam sejarah. Allah menerima salib itu di dalam Yesus bukan untuk mengekalkannya dan menyingkirkan pengharapan manusia, namun demi mengakhiri semua salib di dalam Menurut keyakinan kristiani, tidak ada orang yang dapat memperoleh keselamatan hanya melalui usaha mereka sendiri, baik itu dengan ritus-ritus, perbuatan baik, persembahan, meditasi, atau cara-cara lainnya. Pengorbanan Yesus di salib menyempurnakan keselamatan yang diusahakan Boff mengajak manusia menemukan aspek penyelamatan atas penderitaannya dengan bertolak dari penderitaan Kristus sendiri. Dengan kata lain, dalam konteks soteriologi, penderitaan dipandang sebagai salibโ yang harus dipikul atau sebagai suatu realitas yang harus dialami agar manusia memperoleh keselamatan. Keyakinan serupa diungkapkan Edward Schillebeeckx โSalvation can also be achieved in suffering and in an unjust execution.โ36 Bagi Schillebeeckx, keselamatan juga dapat diraih melalui jalan penderitaan. 298Teologi Gereja eklesiologi memandang penderitaan seolah-olah sebagai โduri dalam dagingโ atau masalah dalam komunitas gerejawi yang mesti diselesaikan untuk mewujudkan Kerajaan Allah. Maka, dalam konteks ini, digunakan โeklesiologi pembebasanโ yang memfokuskan kajiannya pada konteks kemiskinan dan ketidakadilan yang menyebabkan penderitaan manusia. Eklesiologi pembebasan merupakan eklesiologi kritis yang mempertanyakan terutama kondisi sosial-kultural kehidupan Penderitaan dalam dimensi eklesiologis ditempatkan sebagai locus theologicus dalam artian sebagai tempat kehadiran Allah dimanifestasikan; penderitaan dipandang sebagai ranah berteologi. Ciri eklesiologi pembebasan adalah mengundang partisipasi umat beriman untuk pembaruan struktur Gereja. Gereja yang menjajah dan menjarah orang miskin diubah menjadi Gereja dari, oleh, dan untuk orang miskin. Teologi eklesiologi pembebasan menjadi salah satu alternatif yang cukup memadai untuk mendekati problem penderitaan karena mengupayakan suatu perubahan struktural atau sistematik dalam masyarakat tertentu. Teologi pembebasan berikhtiar menemukan jawaban atas penderitaan manusia dalam arti luas, dengan menyentuh berbagai ranah sosial kemasyarakatan, bukan hanya dengan pendekatan personal antarpribadi. Dari re๏ฌ eksi teologis diharapkan ada koreksi-koreksi atas kesalahan-kesalahan yang mungkin ada, contohnya, aspek hidup Kristen yang dilupakan karena orang terlalu tergesa-gesa mengambil tindakan politik. Inilah yang dimaksud oleh teologi pembebasan sebagai re๏ฌ eksi Bagi Gustavo Gutiรฉrrez, jawaban atas problem penderitaan adalah jalan pembebasanโ yang harus terjadi dalam tiga aspek strategis. Baginya, ketiga aspek ini berdaya melenyapkan penderitaan sampai ke akarnya, yaitu 1 pembebasan ekonomi, sosial, dan politik, 2 pembebasan manusiawi, yang menciptakan manusia baru dalam masyarakat solidaritas yang baru 3 pembebasan dari dosa dan masuk dalam persekutuan dengan Tuhan Allah dan semua Teologi Hal-Hal Akhir eskatologi, penderitaan dapat ditelaah dalam korelasinya dengan dimensi eklesiologis yang dijelaskan di atas. Korelasi di antara keduanya tampak dalam kontinuitas antara nilai-nilai eklesiologis, seperti martabat manusia, persaudaraan, dan pembebasan dari penderitaan yang harus direalisasikan dalam sejarah dan pemenuhan eskatologis, yakni dalam Kerajaan Akhir. Dunia dipandang sebagai wahana penghayatan nilai-nilai, sementara pengharapan eskatologis akan Kerajaan Elvin Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani 299MELINTAS adalah motif untuk mencari keadilan, perdamaian, atau pembebasanโ atas penderitaan dunia Pentingnya korelasi antara eklesiologi dan eskatologi, misalnya, ditunjukkan oleh Wolfhart Pannenberg. Menurutnya, Gereja akan kehilangan dimensi sosial jika melakukan penyimpangan dari karakternya sebagai sebuah komunitas Jurgen Moltmann juga menafsirkan misi Gereja sebagai hamba atau pelayan dalam rangka pengertian eskatologis. Gereja harus mengangkat masyarakat setempat menuju horizon pengharapannya sendiri akan pemenuhan eskatologis atas keadilan, kehidupan, kemanusiaan, dan keramahan. Setiap orang Kristen diikutsertakan dalam kerasulan untuk memberikan harapan bagi dunia yang menderita, dan di sanalah Gereja menemukan esensinya yang menjadikannya Gereja Allah. Moltmann memandang bahwa Gereja sendiri bukanlah keselamatan dunia, sehingga penggerejaan dunia belum berarti keselamatan terakhir, tetapi ia melayani keselamatan yang akan datang bagi Moltmann memandang penderitaan secara eskatologis sebagai pangkal dari harapan akan kebangkitan. Pertama-tama, penderitaan manusia menimbulkan iman akan Yesus Kristus yang juga menderita sebagai wujud keterlibatan Allah dalam sejarah penderitaan manusia; selanjutnya penderitaan yang sama juga menumbuhkan iman akan kebangkitan-Nya. Kebangkitan Kristus memberikan harapan akan kebangkitan manusia. Gereja bertugas memperkenalkan nilai-nilai Kerajan Allah kepada segenap masyarakat di dunia sekarang ini. Hubungan senada diungkapkan oleh Karl Rahner yang berpendapat bahwa apa yang kita ketahui tentang eskatologi Kristiani itu kita ketahui mengenai situasi manusia sekarang dalam sejarah keselamatan. Melalui penderitaan, wafat, dan kebangkitan Kristus segala sesuatu telah selesai. Eskaton tidak lagi membawa sesuatu yang baru, melainkan hanyalah menyingkapkan keselamatan yang kini sudah ada secara tersembunyi. Rahner menekankan bahwa hasil kemenangan eskatologis Kristus ialah rahmat yang ef๏ฌ cax berhasil, tidak hanya cukupโ dan rahmat ini bukan saja mungkin diberikan, melainkan de facto telah Menurut Rahner, โGereja ialah suatu jemaat yang sedang berziarah menuju kebahagiaan kekalโ.44 Hans Kรผng juga mendukung korelasi ini dengan mengatakan bahwa umat Allah akan benar-benar menjadi umat Allah ketika dikumpulkan dalam perjamuan surgawi. Gereja di dunia adalah suatu antisipasi Gereja Melalui penjelasan para teolog terkait korelasi antara dimensi eskatologis dan dimensi eklesiologis, dapat dipahami bahwa penderitaan 300secara eskatologis dilihat sebagai sarana mengalami awal hidup abadi, atau yang dalam bahasa Kรผng adalah awal memasuki โrumah cahayaโ.46Allah sebagai โBapa Mahakasihโ suatu Konsep yang Meneguhkan47Di atas telah dipaparkan konsep penderitaan dalam Kitab Suci dan pandangan para teolog. Telaah atas penderitaan menjadi makin inspiratif dan berdaya guna jika umat beriman memperoleh alternatif atau cara lain untuk bertahan dalam iman akan Allah yang Mahabaik, ketika ditimpa penderitaan bertubi-tubi. Gambaran โbapaโ menjadi salah satu analogi yang dapat membantu orang agar tetap tegar dan beriman menghadapi penderitaannya. Allah yang adalah โBapaโ membuat penderitaan dapat dimengerti sebagai hukumanโ, namun yang bertujuan baik. Penderitaan dianalogi sebagai suatu hukuman dari seorang bapa kepada anaknya agar ia bertumbuh dewasa, menjadi lebih disiplin, tahan banting, dan bertumbuh dalam berbagai keutamaan hidup. Istilah hukumanโ di sini dapat dimengerti lebih sebagai โbentuk pembiaranโ Allah. Dalam bahasan mengenai Perjanjian Lama, penderitaan Ayub berasal dari iblis, bukan dari Allah sendiri. Allah hanya mengizinkan iblis untuk mencobai manusia. Allah menghukum dalam arti mengizinkan atau membiarkan penderitaan terjadi atas manusia dan sama sekali tidak berperan secara aktif memberikanโ penderitaan tersebut, sebab bagaimanapun Allah adalah Kasih. Analogi Allah sebagai bapa yang menghukum manusia, anaknya, penting dipaparkan untuk membuat penderitaan lebih mudah dipahami dan diterima. Kรผng memahami bahwa Yesus sendiri tidak menjawab problem kejahatan, ketidakadilan, kelemahan, dan penderitaan dalam dunia, dengan memberikan pandangan ๏ฌ loso๏ฌ s atau pembenaran teologis. Jawaban yang diberikan Yesus berorientasi kepada Allah sebagai Hanya Allah sebagai seorang Bapalah dapat memahami segala yang dibutuhkan manusia sebelum manusia memintanya, dan mampu membuat kekhawatiran, ketidakadilan, dan kecenderungan berdosa dalam diri manusia pudar. Allah yang dipandang sebagai Bapa juga dapat memampukan manusia memaknai penderitaan dan Penolakan terhadap konsep Allah sebagai penghukum aktif juga diutarakan oleh Karl Rahner โTuhan mengizinkan, bukan memberikan penderitaan.โ Rahner menggagas penger tian ini berdasarkan pemahamannya akan Allah sebagai Bapa dan manusia sebagai anak-anak-Nya. Allah yang dipahaminya sebagai Bapa hanyaโ mengizinkan penderitaan terjadi atas Elvin Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani 301MELINTAS dan tidak memberikannya kepada manusia. Ia justru menerangi suramnya penderitaan, yang digambarkan Rahner bagaikan kegelapan neraka, dan bahkan menemani manusia berada di dalamnya. Kehadiran dan kebersamaan-Nya memungkinkan Allah menjadi Allah, yaitu sebagai seorang Bapa yang tidak pernah meninggalkan manusia yang menderita. Karena senantiasa disertai-Nya, manusia tidak perlu mempersalahkan Allah atas penderitaan yang dialami, melainkan harus bersyukur karena Allah tetap bersamanya menjalani situasi Relasi antara manusia sebagai anak dan Allah sebagai seorang Bapa digambarkan secara jelas dalam doa yang diutarakan oleh Henry Nouwen โSedikit demi sedikit aku menyadari bahwa aku ingin Kau lihat, ingin diam di bawah tatapan-Mu yang penuh kasih, dan ingin tumbuh menjadi kuat dan lembut di mata-Mu.โ51 Analogi Allah sebagai Bapa atau bapakโ dalam sapaan sehari-hari, membantu manusia menerjemahkan penderitaannya sebagai hal yang mendidik, mendewasakan, dan membawa berbagai manfaat lain baginya. Seorang bapak yang baik tidak selalu menggendong atau menuntun anaknya, namun ada kalanya membiarkan anak itu berjalan sendiri meskipun harus menderita karena terjatuh berulang kali. Melalui cara ini, anak menjadi pribadi yang berdaya juang dan mandiri. Gagasan senada diungkapkan pula dalam dokumen Salvi๏ฌ ci Doloris dari Paus Yohanes Paulus II 1984 dengan mengutip 2Mak. 612, โโฆhukuman-hukuman ini tidak bermaksud untuk membinasakan bangsa kita, tapi untuk memperbaikinya.โ52 Kutipan ayat Kitab Suci ini mau menegaskan manfaat atau hikmah di balik penderitaan. Penderitaan yang dialami manusia terjadi seizin Allah, yang diimani manusia sebagai seorang Bapa. Seorang Bapa mengetahui apa yang dibutuhkan anaknya bahkan sebelum diminta dan tidak akan memberikan apa yang sebaliknya. Dalam konteks relasi Bapa dan anak, hukuman yang dipahami sebagai pembiaran Allah dimengerti bukan untuk membinasakan, melainkan untuk memperbaiki. Perbaikan dari hal-hal yang kurang benar, merupakan kebutuhan seorang anak agar menjadi lebih matang dan berdaya juang dalam kehidupan. โJika seorang anak minta roti kepada ayahnya, apakah ia akan diberi batu? Jika ia minta ikan, apakah ia akan diberi ular berbisa? Tentu saja tidak! Dan jika kalian yang keras hati dan berdosa tahu bagaimana memberikan yang baik kepada anak-anak kalian, apalagi Bapa yang di surga. Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nyaโ Mat. 79-11. 302Alasan edukatif ini mungkin dapat dipahami sebagai salah satu maksud Allah membiarkan manusia mengalami berbagai penderitaan semasa hidupnya. Dengan memahami dan menghayati kebenaran iman ini, tak ada alasan bagi manusia untuk goyah ketika Penderitaan merupakan suatu realitas yang tak terelakkan dan terus menerus menghantui hidup manusia. Kenyataan ini digambarkan oleh Yeremia dengan suatu pertanyaan retoris, โMengapakah penderitaanku tidak berkesudahan dan lukaku sangat payah, sukar disembuhkan?โ Yer. 158 Sebagai bagian integral kehidupan, penderitaan seharusnya diterima dengan berani. Umat beriman mesti mengusahakan jalan untuk berdamai dengannya. Melalui pendekatan biblis dan teologis yang ditawarkan di atas, penderitaan yang tak terhindarkan menjadi sesuatu yang berharga untuk dijalani. Beberapa pokok dapat dirumuskan sebagai penderitaan dilihat secara lebih utuh, yakni dengan sudut pandang biblis dan teologis. Sebelum didekati dengan kedua perspektif ini, penderitaan hampir selalu berakhir dengan penjelasan sebagai sekadar misteriโ atau hukumanโ. Kedua penjelasan ini terlalu simplistis. Bahasan dari sudut pandang biblis-teologis yang ditawarkan di atas memungkinkan realitas penderitaan memperoleh pemaknaan baru. Dengan memandang penderitaan secara baru, muncullah pengharapan akan perubahan ke arah yang lebih baik. Salah satu pandangan itu adalah penderitaan dipandang sebagai suatu proses atau perjalanan hidup menuju penyempurnaan. Manusia diajak untuk melihat realitas penderitaan dari sudut pandang Allah. Allah yang Mahabaik menghendaki kebaikan bagi setiap manusia di balik setiap bentuk penderitaan yang diizinkan-Nya. Di akhir proses kehidupan yang memuat penderitaan sebagai salah satu bagiannya, Allah menanti dengan sabar. Penderitaan hanya bersifat sementara, atau seperti kata Paulus, โkematian tak lagi berdaya sengatโ; habis gelap akan terbit terang. Manusia disadarkan bahwa ia tidak pernah sendirian dalam menghadapi penderitaan. Penderitaan menyakitkan dan menimbulkan luka. Meskipun demikian, selalu ada sesama yang mendampingi, bahkan Allah sendiri, yang adalah โBapaโ, hadir dan selalu mengulurkan tangan. Dengan kesadaran ini, penderitaan menjadi realitas yang dapat dihadapi dengan suka rela, bahkan dapat diterima dengan penuh Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani 303MELINTAS secara spesi๏ฌ k melalui pendekatan biblis Kitab Suci, seorang Kristen disadarkan bahwa penderitaan merupakan suatu anugerah dari Allah yang Mahabaik. Penderitaan adalah anugerah karena berpotensi mendatangkan kebaikan bagi diri sendiri maupun sesama. Kebaikan-kebaikan itu ditemukan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama, penderitaan dimaknai dalam tiga gagasan 1 hukuman atas dosa,53 2 pengorbanan demi sesama dan iman akan Allah,54 3 pembuka jalan atau awal kebaikan, sebagaimana dialami oleh Yusuf dan Ayub. Sementara itu, dalam Perjanjian Baru, penderitaan dimaknai dalam empat gagasan 1 partisipasi dalam penderitaan Kristus misalnya 2Kor. 4 11. 2 pengorbanan untuk sesama dan kebenaran, sebagaimana diteladankan oleh Yesus demi keselamatan manusia, 3 kesempatan meraih kesempurnaan, โorang harus mengalami ujian hidup supaya menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapunโ Yak. 13-4. 4 sarana mengenali Allah sebagai Kasih. Penderitaan Yesus menyingkapkan besarnya kasih Allah bagi manusia Yoh. 1513. Pendekatan biblis dalam tulisan ini memberikan penerangan kepada umat beriman yang menderita bahwa penderitaan juga mengandung unsur kebaikan. Oleh sebab itu, penderitaan semestinya diterima sebagai anugerah. Para rasul mengajarkan bahwa penderitaan dipakai Tuhan untuk mendatangkan kebaikan Rm. 828 agar orang Kristen semakin dewasa dan teruji dalam melalui pendekatan teologis, ditunjukkan alternatif-alternatif menghadapi penderitaan. Ketiga dimensi yang dipaparkan dalam pendekatan teologis ini, yakni eklesiologi, eskatologi, dan soteriologi, mengarah pada Yesus yang menderita, wafat, dan bangkit. Dalam dimensi eklesiologis, ditawarkan dua inspirasi untuk menyikapi penderitaan. 1 Penderitaan dipandang sebagai sarana pembebasan melalui penebusan Kristus. Pembebasan dianugerahkan oleh Kristus yang mengadakan dan mengasuh โmisteri keselamatanโ, yaitu Gereja 2 sarana pemersatu umat manusia. Penderitaan mengundang manusia untuk berempati satu sama lain lintassuku, agama, dan golongan. Dalam berbagai bencana, misalnya, kebanyakan orang bersatu untuk mengangkat penderitaan sesamanya. Dalam dimensi eskatologis, penderitaan dipandang sebagai 1 sarana mencicipi hidup abadi, yakni sebuah โawal memasuki rumah cahayaโ dan 2 undangan Allah untuk semakin dekat pada-Nya. Pendekatan ini berguna untuk orang-orang yang menderita sekaligus juga bagi para pendamping keluarga atau 304dokter dan perawat. Dalam dimensi soteriologis, penderitaan dipandang sebagai sesuatu yang harus dialami untuk memperoleh keselamatan, ibarat โsalib yang harus dipikulโ untuk mencapai Paskah mulia. Melalui ketiga dimensi dalam pendekatan teologis ini, orang beriman dapat menemukan pertanggungjawaban iman dalam menghadapi problem penderitaan, yaitu melalui pengalaman Yesus Kristus. Mengaitkan penderitaan manusia dengan penderitaan Yesus memberi pengharapan akan suatu kemuliaan kebangkitanโ di masa depan. Upaya mengorelasikan keduanya membuat penderitaan menjadi bermakna dan para penderita memperoleh daya kekuatan untuk menanggungnya sebagai sesuatu yang berharga. Penderitaan tidak lagi dipandang sebagai beban kehidupan, melainkan bagian integral kehidupan. Perbedaannya di sini ada pada disposisi batin, yakni ketika manusia mampu menemukan makna penderitaannya dalam kerangka kehendak Allah. Jawaban yang memuaskan atas makna penderitaan di dunia mungkin tidak dapat ditemukan seutuhnya, karena manusia hanya mampu menilai dunia dari sudut pandangnya yang terbatas. Alam pikiran manusia tak dapat menjangkau rahasia rencana Allah. Diperlukan permenungan mendalam untuk menemukan kenyataan bahwa โAllah adalah Kasihโ dan โmanusia adalah pribadi yang dikasihiโ, dan keduanya termasuk di dalam realitas penderitaan. Allah beserta rencana-Nya merupakan misteri yang tidak dapat dipahami manusia. Perenungan seputar problem penderitaan tidak akan berakhir pada jawaban yang jelas. Dialog teologis dan spiritual masih bisa dieksplorasi lebih lanjut untuk membantu umat Kristen yang mengalami penderitaan. Mungkin setiap zaman selalu membutuhkan jawaban dan pendekatan yang berbeda. Penderitaan menimbulkan harapan bagi orang beriman, โSebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kamiโ 2Kor. 417.ReferencesBergant, Dianne. dan Robert J. Karris Ed.. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta Kanisius. Leonardo. Passion of Christ, Passion of the World The Facts, Their Interpretation, and Their Meaning Yesterday and Today. Maryknoll, NY Orbis Books. 1984. Elvin Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani 305MELINTAS Raymond E., et. al. Eds... The Jerome Biblical Commentary. New Jersey Prentice Hall. Brian. Rangkaian Kisah Bermakna. Jakarta Obor. Pierre T. The Phenomenon of Man. London Collins. Amy. Battle Hymn of the Tiger Mother. New York The Penguin Press. Gerald Oโ dan Edward G. Farrugia. Kamus Teologi. Yogyakarta Kanisius. John J. Makabe I dan II. Yogyakarta Kanisius. St. Pengantar ke dalam Misteri Yesus Kristus. Yogyakarta Kanisius. Nico S. Teologi Sistematika 2 Ekonomi Keselamatan. Yogyakarta Kanisius. Avery. Model-model Gereja. Ende Nusa Indah. Walter A. Ed.. Evangelical Dictionary of Theology. Michigan Baker Book House. J. Foxes Book of Martyrs. Jakarta Andi. R. The Liberation Theology Debate. Maryknoll Orbis Books. C. Pengantar ke dalam Per janjian Lama. Yogyakarta Kanisius. Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus. Ende Nusa Indah. Gustavo. A Theology of Liberation History, Politics and Salvation. Maryknoll, NY Orbis Books. William. and Brian Mc Neil Ed.. Suffering and Martyrdom in the New Testament. Cambridge Cambridge University Press. Senin, 10 November Hans. Does God Exist?. London Collins. Eternal Life. London SCM Press. C. M. Kesaksian Santo Paulus. Yogyakarta Kanisius. Jurgen. Theology of Hope. London SCM Press. Leon. Teologi Perjanjian Baru. Malang Yayasan Penerbit Gandum Mas. Henry The Road to Daybreak A Spiritual Journey. New York Doubleday. Pius. Ex Latina Claritas. Jakarta Obor. H. โMengapa Orang Benar Menderita?โ Wacana Biblika Vol. 14, 306No. 2, April-Juni W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta PN. Balai Pustaka. 1982. Rahner, K. Theological Investigations XIX. New York Crossroad. Leonard, Richard. โWhere the Hell is God?โ Thinking Faith The Online Journal of the British Jesuits F. Suryanto Hadi terj., dalam Rohani, Nomor 02, Tahun ke-59, Februari E. Church The Human Story of God. New York Crossroad. Teologi Pembebasan Gustavo Gutiรฉrrez. Yogyakarta Jendela. Simon P. L. Petualangan Intelektual Konfrontasi dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani hingga Zaman Modern. Yogyakarta Kanisius. Wim van der. Seni Hidup. Yogyakarta Kanisius. N. M. An Introduction to Teilhard de Chardin. Fontana Library Theology and Philosophy. Paulus II, Paus Terj. R. Hadiwikarta. Salvi๏ฌ ci Doloris. Jakarta Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia. W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta PN. Balai Pustaka, 1982 245. 2 Pius Pandor, Ex Latina Claritas Jakarta Obor, 2010 Bdk. Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual; Konfrontasi dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani hingga Zaman Modern Yogyakarta Kanisius, 2004 Ratusan warga miskin di Riau misalnya, mengalami penderitaan karena anggaran kesehatan dan pendidikan yang dialokasikan bagi mereka diakali oleh pejabat setempat. Lih. โAng garan Daerah sering Diakaliโ dalam Kompas Senin, 10 November 2014 1 dan Bdk. N. M. Wildiers, An Introduction to Teilhard de Chardin Fontana Library Theology and Philosophy, 1975 Seorang ibu di China yang teguh memegang nilai-nilai tradisi China menceritakan hal ini dengan blak-blakan.. Beberapa hal yang ditekankannya antara lain, 1 anak harus menjadi juara 1 di sekolah, 2 anak harus pintar bermain musik; kalau perlu dengan berlatih amat keras setiap hari, bahkan di hari libur dan saat berlibur sekalipun, 3 alat musiknya harus yang sulit dimainkan, yaitu piano atau biolaโtidak boleh yang lain. Lih. Amy Chua, Battle Hymn of the Tiger Mother New York The Penguin Press, 2011.7 Lih. Alan McGinnis, โBakat-bakat Terpendamโ dalam Brian Cavanaugh, Rangkaian Kisah Bermakna Jakata Obor, 1995 Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani 307MELINTAS Pierre Teilhard de Chardin, The Phenomenon of Man London Collins, 1959 Wim van der Weiden, Seni Hidup Yog yakarta Kanisius, 1995 Richard Leonard, โWhere the Hell is God?โ dalam Thinking Faith The Online Journal of the British Jesuits F. Suryanto Hadi terj., dalam Rohani, No. 02, Tahun ke-59 Februari 2012 35. 11 Ibid., Bdk. H. Pidyarto, โMengapa Orang Benar Menderita?โ dalam Wacana Biblika Vol. 14, No. 2, April-Juni 2014 52-54. 13 Ketiga sahabat Ayub yang datang untuk menghiburnya bernama Elifas, Zofar, dan Bildad. Ketiganya menganggap penderitaan Ayub sebagai hukuman atas dosa-dosanya. Lih. perkataan Elifas dalam Kitab Ayub Bab 4, 15, 22; perkataan Zofar dalam Bab 11, 20; dan pernyataan Bildad dalam Bab 8, 18, dan 25. Bdk. Silogisme argumentasi ketiganya dalam Wim van der Weiden, op. cit., C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama Yogyakarta Kanisius, 1980 Dianne Berg ant dan Robert J. Karris Ed., Tafsir Alkitab Perjanjian Lama Yogyakarta Kanisius, 2002 Collins mendasarkan gagasan ini dalam upacara yang dikenal sebagai โpelepasan kambingโ dalam Kitab Imamat Bab 16. Dalam upacara itu, Harun mengakukan dosa-dosa orang Israel atas seekor kambing dan kemudian kambing itu dilepaskan ke padang gurun dengan membawa dosa-dosa mereka. Bdk. John J. Collins, Makabe I dan II Yogyakarta Kanisius, 1990 Bergant dan Karris Ed., op. cit., Ibid., Michael D. Guinan misalnya, menafsirkan Ayub 3615 yang berbunyi โdengan sengsara Ia menyelamatkan orang sengsara, dengan penindasan Ia membuka telinga merekaโ, sebagai suatu aspek ujian iman yang berfungsi untuk mendidik dan mengajar manusia. Lih. ibid., Ibid., Bdk. ibid., 426-427, dalam subjudul โMisteri Penderitaan dan Hubungan dengan Allahโ.23 Solidaritas Allah ini digambarkan secara lengkap oleh Paulus dalam Filipi 26-8, โyang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiriโฆ merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.โ Dimensi solidaritas inilah yang mendorong dan memungkinkan manusia berpartisipasi dalam penderitaan Kristus, atau dengan kata lain menyatukan penderitaan hidupnya dengan penderitaan Kardinal C. M. Martini mengidenti๏ฌ kasi seluruh penderitaan Paulus ini sebagai yang serupa dengan penderitaan Yesus. Lih. Martini, Kesaksian Santo Paulus Yogyakarta Kanisius, 1989 Bdk. de๏ฌ nisi Penebusanโ dalam Gerald OโCollins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi Yogyakarta Kanisius, 1996 G. W. H. Lampe, โMartyrdom and Inspirationโ dalam William Horbury and Brian Mc Neil Ed., Suffering and Martyrdom in the New Testament Cambridge Cambridge University Press, 1981 John Foxe, Foxes Book of Martyrs Jakarta Andi, 2001 Lih. de๏ฌ nisi terminologi Painโ oleh J. S. Feinberg dalam Walter A. Elwell Ed., Evangelical Dictionary of Theology Michigan Baker Book House, 1980 815. 30829 Lih. Morna D. Hooker, โInterchange and Sufferingโ dalam William Horbury and Brian Mc Neil Ed., op. cit., Elwell Ed., Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru Malang Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996 C. Groenen, Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus Ende Nusa Indah, 1983 St. Darmawijaya, Pengantar ke dalam Misteri Yesus Kristus Yogyakarta Kanisius, 1991 Leonardo Boff, Passion of Christ, Passion of the World The Facts, Their Interpretation, And Their Meaning Yesterday and Today Maryknoll, NY Orbis Books, 1984 114. โSemua salibโ di sini berarti semua penderitaan manusia yang disebabkan oleh dosa. Penderitaan dan kematian Yesus di salib merupakan suatu bentuk penebusan yang mampu meniadakan semua penderitaan yang harus ditanggung Bdk. Efesus 28-9, โKarena kasih karunia [kita] diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu jangan ada orang yang memegahkan diri.โ 36 Edward Schillebeeckx, Church The Human Story of God New York Crossroad, 1990 Istilah โeklesiologi pembebasanโ ini dimunculkan oleh R. Gibellini, Lih. Gibellini, The Liberation Theology Debate Maryknoll Orbis Books, 1987 Suryawasita, Teologi Pembebasan Gustavo Gutiรฉrrez Yogyakarta Jendela, 2001 Lih. Gutiรฉrrez, A Theology of Liberation History, Politics and Salvation Maryknoll, NY Orbis Books, 1973 Bdk. Avery Dulles, Model-model Gereja Ende Nusa Indah, 1990 W. Pannenberg, Theology and the Kingdom of God, 75. Dalam Dulles, ibid., Jurgen Moltmann, Theology of Hope London SCM Press, 1967 Lih. Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika 2 Ekonomi Keselamatan Yogyakarta Kanisius, 2004 Dikutip oleh Dulles, op. cit., Ibid., Hans Kรผng, Eternal Life London SCM Press, 1991 Inspirasi subjudul ini ialah Ensiklik pertama Paus Benediktus XVI, Deus Caritas Est 2005.48 Hans Kรผng, Does God Exist? London Collins, 1980 Bdk. Bdk. Karl Rahner, Theological Investigations XIX New York Crossroad, 1983 Henri J. M. Nouwen, The Road to Daybreak A Spiritual Journey New York Doubleday, 1988 Yohanes Paulus II Terj R. Hadiwikarta, Salvi๏ฌ ci Doloris Jakarta Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2011 No. Kej. 314-19, Bil. 12 Yes. 535, 2Mak. Bdk. Yak. 12-4, 1Pet. 17-8, Rm. 5 Atmaja H. Iman di Tengah Penderitaan, Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani ... Injil yang adalah kekuatan Allah bagi setiap orang percaya agar setiap orang memperoleh keselamatan. Karena di dalamnya kebenaran Allah dinyatakan dari iman ke iman 12345678910. Injil adalah kekuatan Allah untuk menyelamatkan semua Gloria. ...... Sedangkan urutan ketiga terbanyak penyebab perceraian yakni meninggalkan salah satu pihak. 3 Bila dilihat lebih dekat lagi maka perselisihan yang tidak dapat diselesaikan adalah dipicu oleh media sosial, lalu ekonomi dan selanjutnya adanya pihak ketiga dalam pernikahan. Itu sebabnya angka perceraian semakin meningkat per tahunnya sekitar 15-20%. ...... diakses 24 Mei 2020. 3 Rofiq Hidayat, "Melihat Tren Perceraian dan Dominasi penyebabnya" Hukum Online, 18 Juni 2018, tersedia di diakses tanggal 24 Mei 2020. 4 Adisty Titania, "Hati-Hati, Media Sosial Picu Tingginya Angka Perceraian" TheAsianparent Indonesia, tersedia di Gambaran umum yang terjadi di Indonesia dapat juga menggambarkan permasalahan dalam keluarga Kristen di Indonesia, di mana masalah seks menempati urutan signifikan atas terjadinya konflik dan berujung perceraian di Indonesia. Ini menjadi suatu tantangan bagi gereja untuk memberikan suatu kajian solutif atas masalah seksualitas dalam pernikahan Kristen ... Nova RitongaThe pandemic of Covid-19 which occurred in Indonesia even in the whole world greatly influenced the church in doing mission. Many church mission activities and responsibility cannot be carried out properly, it also effects the spirituality and the life of the congregation the Christians. In this case the church needs to have the right respond over this current Covid-19 pandemic. This article aims to provide the insight, whether the Covid-19 pandemic is or as the obstacle for the church to carry out its mission or otherwise, as an opportunity. This article is written using descriptive qualitative methods with library research. This Covid-19 pandemic can be an obstacle and also can be an opportunity for the church to do mission work. It becomes an obstacle because during the Covid-19 pandemic, the church cannot conduct the worship service and other activities worship service, midweek worship, visitations, and other missionary activities freely, especially the churches in the city. This is also because the responsibility of the church in carrying out the Great Commission is understood limitedly in the form of face-to-face meetings both inside and outside the church. In other hand, the Covid-19 pandemic is an opportunity for the church to carry out the Great Commission mission because with the Covid-19 pandemic the church is bolder and openly preaches the Word of God. Now, many churches carry out online or live streaming worship services which can be watched by anyone, not just Christians cf. Isaiah 5511. The fear and despair that befell the community is also an opportunity for the church to reach out. Keywords Church, Pandemic Covid-19, Mission... Sulit dalam konteks Kristiani menelusuri asal penderitaan di muka bumi, dikarenakan penderitaan merupakan sesuatu yang tidak baik sehingga tidak mungkin berasal dari Allah yang Maha Baik dan yang telah menciptakan segala sesuatu dengan baik adanya. Penderitaan merupakan pergumulan atau problem iman, sebab ada orang yang bisa menerima penderitaan yang dialaminya sehingga menjadi semakin beriman dalam ujian penderitaan, di sisi lain ada orang yang sulit menerima penderitaannya sehingga menganggap Tuhan yang Maha kasih sebagai sebuah konsep tipuan maupun khayalan, dikarenakan dianggap tidak dapat menolong sehingga tidak perlu dipercayai Hidayat, 2016. Jikapenderitaan bukan berasal dari Allah, selanjutnya muncul pertanyaan mengapa Tuhan mengizinkan penderitaan dialami oleh orang-orang percaya dan apakah Tuhan senang melihat umat-Nya menderita. ...Djone Georges NicolasPenelitian ini bertujuan menganalisa tulisan Yeremia 2911 tentang penderitaan, dan mendapatkan relevansinya bagi orang percaya di tengah krisis pandemi Covid-19, dimana di tengah situasi krisis dan mencekam ini, kecemasan, kebimbangan, keputusasaan, depresi, hingga kematian menjadi realita dan ancaman yang dihadapi semua orang termasuk orang-orang percaya yang di dalamnya terdapat sejumlah pendeta yang telah menjadi korban hingga kehilangan nyawa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dan analisa literatur, dengan pengumpulan data melalui sumber Alkitab, buku-buku, jurnal-jurnal, artikel digital, dan dokumen lain yang berkaitan dengan masalah yang dikaji. Hasil penelitiannya memberi saran seperti apa seharusnya orang percaya memaknai dan menyikapi fenomena penderitaan di tengah pandemi Covd-19 yang terus berlangsung Orang percaya harus tetap sepenuhnya mempercayai rancangan dan kesetiaan Allah dalam kondisi penderitaan sekalipun, sebab Allah berdaulat atas rencanaNya dan tetap menyadari bahwa tujuan rencana Allah adalah untuk keselamatan umat-Nya sehingga perlu dan harus memandang penderitaan dari sudut pandang Aryanto PramanaBelievers can never escape from suffering. Even in some passages of the Bible shows that believers are called to suffer for Godโs sake. Wrong attitudes shown by believers when facing suffering often appear in the form of dissapointment, therefore it affects their relationships with God and others. This is due to a lack of proper understanding of suffering. This research will answer clearly about the theological understanding of suffering. The author also sees the importance of explaining the characteristics that a believer must possess especially regarding to suffering. These characteristics relate to attitudes, beliefs, and actions. The author also explores the attitude of Jesus Christ as an example in dealing with suffering. The results of this study provide solutions and enlightenment for believers in dealing with suffering. Orang percaya tidak luput dari penderitaan. Bahkan dalam beberapa bagian Alkitab menunjukkan bahwa orang percaya dipanggil untuk menderita karena Tuhan. Sikap-sikap yang salah yang ditunjukkan oleh orang percaya saat menghadapi penderitaan seringkali muncul dalam bentuk kekecewaan, sehingga berpengaruh pada relasi dengan Tuhan dan sesama. Hal ini diakibatkan karena kurangnya pemahaman yang benar akan penderitaan. Penelitian ini akan menjawab secara jelas mengenai pengertian teologis tentang penderitaan. Penulis juga melihat pentingnya untuk menjelaskan karakteristik yang harus dimiliki oleh orang percaya khususnya berkaitan dengan penderitaan. Karakteristik ini berkaitan dengan sikap, kepercayaan dan tindakan. Penulis pun menggali sikap Yesus Kristus sebagai teladan dalam menghadapi penderitaan. Hasil penelitian ini memberikan solusi serta pencerahan bagi orang percaya dalam menyikapi penderitaan. Kosma ManurungThe period in which believers live today is a time marked by the ease with which information is obtained. Unfortunately not all information is good, correct, and useful because there is a lot of information circulating out there that is deliberately created to spread hatred, lies, moral depravity, and various other acts that are contrary to Christian faith. The purpose of this article's research is to illustrate the important role that parents in Christian families can play in overcoming the disinformation impact of the Pentecostal theological framework. In this study, researchers used a descriptive analysis method and literature review. The results of this study offer four practical steps that parents in Christian families can take in stemming disinformation in their families, namely by taking protective measures in the form of regulating and restricting children's access to the internet, providing assistance, opening discussion spaces, and being examples that can be followed. by the child. Fredy SimanjuntakThe Covid-19 pandemic has challenged churches to migrate to virtual spaces. This certainly affects the spirituality of the Church in double space. Through this article, we will examine 1 How can the church connect spirituality with technology without getting lost in the vortex of the void of the modern technology itself, 2 How can the church navigate this new landscape without losing focus on its God-given mission? This research is descriptive research, using a qualitative approach. This paper aims to frame a new paradigm for a balanced church in interpreting church spirituality in the vortex of technological progress. The results of this study indicate that the theological system in Christianity is a transformational conceptual framework that is always fresh, flexible, and balanced from various dimensions of life and context. A changing situation requires transformative perspectives and practices so that the church does not lose its spirituality and God's mission in the context of society, nation, and state. Keywords church; reflection; spirituality; technology; the Covid-19 pandemic AbstrakPandemi Covid-19 telah menantang gereja untuk bermigrasi ke ruang virtual. Hal ini tentu mempengaruhi spiritualitas Gereja dalam ruang ganda. Melalui artikel ini akan dikaji 1 Bagaimana gereja dapat menghubungkan spiritualitas dengan teknologi tanpa tersesat dalam pusaran kehampaan teknologi modern itu sendiri, 2 Bagaimana gereja dapat menavigasi lanskap baru ini tanpa kehi-langan fokus pada misi yang diberikan Tuhan? Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tulisan ini bertujuan untuk membingkai paradigma baru bagi gereja yang seimbang dalam memaknai spiritualitas gereja dalam pusaran kemajuan teknologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem teologi dalam agama Kristen merupakan kerangka konseptual transformasional yang selalu segar, fleksibel dan seimbang dari berbagai di-mensi kehidupan dan konteks. Situasi yang berubah membutuhkan perspektif dan praktik trans-formatif agar gereja tidak kehilangan spiritualitas dan misi Tuhan dalam konteks bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kata kunci gereja; pandemi Covid-19; refleksi; spiritualitas; teknologUmi Wasilatul Firdausiyah Hardivizon HardivizonDiskursus dalam penelitian ini berupa ideologi bencana dalam perspektif Al-Qurโan, yang terfokus pada pembahasan kata fitnah dalam QS. Al-Anbiya [21]35. Tujuan dari penelitian ini berupa upaya untuk menemukan kredibilitas makna dan eksistensi kata fitnah dalam al-Qur'an dengan bingkai teologi bencana. Metode penelitian yang digunakan penulis menggunakan jenis penelitian Library Research, dengan pengumpulan data berupa dokumentasi dan analisis data berupa metode tematik karena tidak semua ayat yang digunakan oleh penulis. Ditambah dengan teori hermeneutika maโna-cum-maghza, yang dilengkapi dengan triangulasi sumber sebagai keabsahan datanya. Hasil penelitian ini yang terbingkai dalam teologi bencana terhadap kata fitnah pada QS. Al-Anbiya [21]35 memiliki artian sebagai suatu bencana bagi setiap individu maupun kelompok dan eksistensi kata fitnah memiliki dua pembagian yakni keburukan dan kebaikan, serta suatu kematian dan ujian kehidupan merupakan keniscayaan yang pasti akan terjadi, hal tersebut juga sebagai cobaan dari ujian iman. Penafsiran QS. Al-Anbiya [21]35 dengan maโna-cum-maghza, juga beimplikasi pada kajian tafsir kontemporer dan dapat mempengarui mindset masyarakat terhadap pemaknaan maupun pengucapan kata Krisna R. PakpahanA righteous person who experiences suffering. Making the idea of theodicy where God's sovereignty reigns over the world and also human history is inseparable, including suffering. The issue of suffering is an integral part of the life experience of individuals and communities. The subject of discussion in this study is how wisdom and suffering are understood by humans from the perspective of OT wisdom literature. The purpose of this study is to understand how God's theodicy in human suffering is related to Wisdom Literature. The research method is descriptive qualitative using literature review and Bible study. The findings of this study are that in the suffering that occurs, God continues to declare goodness to humans, suffering is under the sovereignty of God, and with the concept of theodicy, the problem of human suffering can be answered. God's involvement in human suffering shows God's compassionate attitude. Wisdom is a means of solving the problem of suffering, God is just in allowing suffering to occur. His omnipotence still exists in the midst of suffering, In suffering, there is the involvement of God who provides answers to human questions about Bernando Agung Hamonangan SitumorangThe essay presents a philosophical discussion on the question of Godโs existence during the time of covid-19. Methodologically it is a qualitative study. The author develops his argument by studying some relevant literature on the topics. The literature study focuses on some concepts of western and easter philosophy regarding the root of human suffering. The result shows that the fact of suffering does not derive from God, but from the free will of human beings. In Buddhism suffering is thought of as dukkha that exists from the very beginning of human life. To be free from this dukkha, man must live the so-called liberating paths of truth. In the western concept, suffering has nothing to do with God, because God himself did not create or will the suffering. God only wants to be consistent with His creation, namely to give full freedom to the Covid-19 telah menantang gereja untuk bermigrasi ke ruang virtual. Hal ini tentu mempengaruhi spiritualitas gereja dalam ruang ganda. Melalui artikel ini akan dikaji 1 Bagaimana gereja dapat menghubungkan spiritualitas dengan teknologi tanpa tersesat dalam pusaran kehampaan teknologi modern itu sendiri, 2 Bagaimana gereja dapat menavigasi lanskap baru ini tanpa kehilangan fokus pada misi yang diberikan Tuhan? Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tulisan ini bertujuan untuk membingkai paradigma baru bagi gereja menuju prinsip keseimbangan antara kehidupan material dan spiritualitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem teologi dalam agama Kristen merupakan kerangka konseptual transformasional yang selalu segar, fleksibel dan seimbang dari berbagai dimensi kehidupan dan konteks. Situasi yang berubah membutuhkan perspektif dan praktik transformatif agar gereja tidak kehilangan spiritualitas dan misi Tuhan dalam konteks bermasyarakat, berbangsa dan SitumorangStrategi penginjilan merupakan sebuah rencana yang wajib dilakukan sebelum bermisi, mengingat berbagai kasus penganiayaan yang menimpa beberapa penginjil maupun masyarakat Indonesia. Khususnya di daerah suku terabaikan seperti Papua, kini semakin marak terjadinya kasus penganiayaan. Hal ini menimbulkan berbagai luka fisik maupun psikis bagi sebagian kelompok dan yayasan penginjilan. Beberapa penginjil melakukan sebuah terobosan baru untuk meningkatkan mutu terhadap penginjilan yang ada di daerah terabaikan. Beberapa strategi telah disusun sebagai upaya untuk mencerminkan kepribadian Kristus. Melalui metode yang berorientasi pada studi pustaka, tulisan ini menunjukkan bahwa dengan adanya strategi penginjilan yang berorientasi pada faktor internal maupun eksternal, diharapkan mampu untuk menghadapi penganiayaan yang terjadi dalam bermisi. Oleh karena itu, strategi penginjilan harus direncanakan, dipahami serta digunakan sebagai upaya berjaga-jaga untuk menghadapi kasus penganiayaan yang CavanaughRangkaian KisahBermaknaCavanaugh, Brian. Rangkaian Kisah Bermakna. Jakarta Obor. Teologi. Yogyakarta KanisiusGerald O CollinsEdward G ' DanFarrugiaCollins, Gerald O' dan Edward G. Farrugia. Kamus Teologi. Yogyakarta Kanisius. ke dalam Misteri Yesus KristusSt DarmawijayaDarmawijaya, St. Pengantar ke dalam Misteri Yesus Kristus. Yogyakarta Kanisius. Sistematika 2 Ekonomi Keselamatan. Yogyakarta KanisiusNico S DisterDister, Nico S. Teologi Sistematika 2 Ekonomi Keselamatan. Yogyakarta Kanisius. Gereja. Ende Nusa IndahAvery DullesDulles, Avery. Model-model Gereja. Ende Nusa Indah. Dictionary of TheologyWalter A ElwellElwell, Walter A. Ed.. Evangelical Dictionary of Theology. Michigan Baker Book House. 1990. sPKKOD.